Selasa, 01 November 2011

KILASAN SEJARAH TANAH BATAK




KILASAN SEJARAH TANAH BATAK


Oleh:

Siti Sofiah Hasibuan

Assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh,

Horaass..!!

Melalui kilasan sejarah yang bisa kita pelajari ini, saya pribadi- sebagai pemudi batak, berniat untuk lebih mengekspose dan menggali kebudayaan kita yang sejujurnya telah terlalu lama kita abaikan dan kita lupakan pesonanya.

Saya berniat untuk mengangkatnya ke media visual (Media film) sebagai bentuk kepedulian kita terhadap budaya yang hampir punah, sebagai bentuk penyelamatan terhadap warisan nenek moyang kita. Telah terlalu sering dan telah menjadi tren bagi kita sebagai generasi muda, untuk mengikuti globalisasi dan mode, namun yang kita lakukan justru mengubur budaya kita yang notabane- nya, kita lahir dan dibesarkan di tengah- tengah budaya ini.

Saya juga merupakan salah satu pemudi yang hampir saja melupakan kebudayaan Batak, namun keinginan untuk mempelajari kembali budaya kita ini telah membuat saya ingin mengangkatnya ke media film. Sebagai generasi penerus, saya merasa sudah saatnya untuk lebih peduli dan merenungkan kembali pesona budaya kita. Bukan hanya karena tanah Batak adalah tempat Ayah Bunda dan handai taulan, namun juga karena di tanah Batak- lah karakter dan pribadi saya dibentuk.

Saya serius ingin menggali sejarah dan pemahaman budaya Batak secara mendalam dan detail, sehingga saya mampu menjadikannya sebagai sebuah film yang akan kita saksikan bersama- sama, menjadi tolok ukur bagi kita tentang masih banyaknya perihal budaya kita yang terlupa, yang terabaikan dan tidak menarik perhatian banyak orang untuk melihatnya. Bahwa ternyata sangat jujur- budaya kita teramat kaya dan mengagumkan.

Dengan film yang akan dibuat nanti, saya begitu berharap film ini akan mampu membangun kembali rasa kecintaan kita terhadap budaya Batak, karena dengan mengenali dan mencintai latar belakang, saya yakin hal tersebut mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan kebanggaan pada diri kita dan generasi kita nanti.

Film bertemakan Tanah Batak ini akan kita bawa ke ajang film festival dalam negeri maupun luar negeri, dan hal itu akan sangat menguntungkan budaya kita yang akan di sorot banyak pihak. Hal tersebut bukan hanya akan menjadi nilai edukasi dan pengenalan budaya terhadap mata dunia, namun juga akan mengangkat nama baik kita, meningkatkan omzet yang jika ternyata akan banyak orang yang datang karena tertarik menilik kembali sejarah budaya kita.

Melalui rencana ini, saya mengharapkan dukungan dari Pemerintah daerah, untuk kita saling bahu- membahu merealisasikan tugas moril ini. Saya begitu percaya, kita sangat mencintai tanah kelahiran kita. Dan kita akan bersedia untuk kembali menghidupkannya di hati kita, di mata kita dan di mata dunia. Untuk perhatian dan dukungan yang luar biasa ini, saya sangat berterima kasih.

Siti Sofiah Hasibuan

GONDANG BATAK

Banyak orang batak yang menganggap bahwa Gondang Batak itu identik dengan magis, atau bahkan banyak diantara kita yang merasa makna Gondang itu sama sekali tidak terlalu penting. Namun ternyata, Selain untuk keperluan ritual adat, Gondang juga memiliki sebuah cerita di dalamnya. Bahwa dahulu pernah seorang petuah adat kalah dalam pemilihan kepala desa. Untuk mengungkapkan kegundahan hatinya akibat kalah tersebut, dia menciptakan sebuah alat untuk bergendang, yaitu Gondang, yang kita kenal selama ini.

Gondang juga memiliki beberapa jenis. Diantaranya, Gondang si Bunga Jambu. Gondang ini dimainkan ketika kumpulan remaja dan orang muda menari bersama dalam tarian sukacita. Gondang Hasapi, pada dasarnya fungsi setiap Gondang adalah sama. sebagai bentuk sukacita atas peristiwa yang dilakukan (Misal; pernikahan). Pada Gondang Hasapi, komposisi Gondang tersebut adalah biasanya dimainkan oleh tidak kurang dari 5 orang. Yaitu terdiri dari 1 orang pemain garantung, 1 orang pemain hasapi doal, 1 orang pemain hasapi ende, 1 orang pemain surune etek dan 1 orang pemain hesek.

Selanjutnya adalah jenis Gondang Sabangunan, jenis gondang ini terdiri (Biasanya) dari 8 orang orang, yaitu 1 orang pemain gordang bolon, 1 orang pemain taganing, 1 orang pemain ogung oloan, 1 orang pemain ogung panggora, 1 orang pemain ogung ihutan, 1 orang pemain ogung doal, 1 orang pemain sarune bolon dan satu orang pemain hesek.

Lalu kemudian kita bisa melihat perbedaan diantara Gondang Hasapi dan Gondang Sabangunan. Dalam Gondang Hasapi, terdapat garantung dengan 5 bilah kayu sebagai pembawa tempo. Garantung tersebut sama fungsinya dengan taganing yang terdapat dalam Gondang Sabangunan. Surune tetap berfungsi sebagai pembawa irama lagu. Yang membedakan diantara keduanya adalah ukuran surune yang digunakan dan jumlah pemain di dalamnya. Pada Gondang Hasapi, yang digunakan adalah Surune etek. Sedangkan di Gondang Sabangunan, digunakan Surune Bolon.

Pada kenyataannya, Gondang Sabangunan memiliki instrument yang lebih lengkap dan seringkali ditambah dengan penggunaan odap- odap, sejenis gordang kecil yang digunakan untuk menambah kekayaan ketukan pada Gondang.

Tidak banyak orang yang peduli pada kebudayaan kita, dan saya begitu salut pada mereka yang masih mempertahankan tradisi dan ritual adat. Mereka telah memperkenalkan musik Batak ke dunia luar. Program seperti ini telah dicanangkan di salah satu universitas di Bandung. Pengajaran tersebut mnegajarkan permainan Gondang kepada generasi muda yang ternyata mendapat respon antusias.

GEOGRAFI dan DEMOGRAFI

Tano Batak (Tanah Batak) meliputi daerah seluas ± 50.000 km2, yang berpusat di Tao Toba (Danau Toba). Terbentang dari wilayah pegunungan Bukit Barisan di sisi sebelah barat Provinsi Sumatera Utara hingga pantai pesisir di sebelah timur. Sebahagian besar Tano Batak merupakan daerah dataran tinggi yang mengelilingi Danau Toba beriklim sejuk sepanjang tahun, yaitu daerah Batak Karo, Batak Pakpak dan Batak Simalungun di sebelah utara danau serta daerah Batak Toba, Batak Angkola dan Batak Mandailing di bagian selatan. Hingga saat ini pembagian daerah pemukiman masyarakat Batak tersebut diatas juga digunakan sebagai dasar pembagian daerah administrative yaitu setingkat Kabupaten.

Daerah tanah Batak berbatasan dengan provinsi Aceh di sebelah utara. Di sebelah barat berbatasan dengan daerah kepulauan Nias dan di sebelah timur berbatasan dengan daerah kediaman masyarakat mayoritas melayu yaitu wilayah Medan dan Deli. Sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan daerah Sumatera Barat.

Danau Toba merupakan salah satu pemersatu tanah Batak yang terletak pada ketinggian 900m di atas permukaan laut. Danau Toba terbentuk dari bekas kawah letusan gunung merapi yang kemudian dipenuhi oleh air. Danau Toba adalah salah satu kebanggaan masyarakat Batak sebagai danau terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan pemandangannya yang menawan di sekitar danau. Terdapat pula sebuah pulau di tengah- tengah danau, yaitu sebuah pulau yang sudah santer dimana- mana yakni Samosir.

Orang Batak memiliki tempat tinggal yang khas, berupa daerah- daerah yang dimana di dalamnya terdapat hubungan kekeluargaan, kerabat dan Klan. Dalam bahasa Batak, tempat ini disebut sebagai Huta.

Sebahagian masyarakat Batak di tempat tinggal mereka, mereka bermata pencaharian sebagai Petani, peladang, pegawai pemerintahan dan wiraswasta. Sawah- sawah yang masih terbentang luas dan kaya akan simpanan alamnya, masih sangat memungkinkan untuk menjadi petani yang berpenghasilan tinggi.

Selanjutnya, kemajuan tekhnologi dan pengaruh globalisasi, masyarakat Batak kini mulai melupakan lagu daerah, tarian daerah dan masyarakat Batak sudah sangat banyak membangun rumah- rumah beton yang memang jauh lebih kokoh, dinamin dan berstatus. Jumlah rumah adat belakangan ini sudah sangat berkurang karena banyaknya yang tidak terawatt, banyak yang dibongkar lalu diganti dengan rumah beton. Dan sangat mengerikan sekaligus mengkhawatirkan apabila rumah adat sudah tidak dilestarikan lagi.

Masyarakat batak adalah salah satu suku di Indonesia yang memiliki bahasanya sendiri. Di tanah Batak, masing- masing sub suku Batak (Batak Mandailing, Batak Toba, Batak Angkola, dll) memiliki bahasa sendiri yang cukup berbeda dengan sub yang lain. namun meski demikian, semua sub suku memiliki kemiripan dan masing- masing sub suku memahami bahasa sub suku lain pula.

Dari struktur penyusunan dan pengucapan bahasa, terdapat 2 (dua) kelompok utama: Bahasa Toba serta logat Angkola dan Mandailing yang memiliki kesamaan bahasa dengan daerah lainnya di bagian selatan, Bahasa Karo, bersama logat Dairi dan Pakpak yang memiliki kesamaan dengan daerah bagian utara. Sedangkan bahasa yang dipakai oleh Simalungun adalah perpaduan kedua kelompok bahasa yang telah disebutkan.

Aksara Batak yang kita kenal saat ini (Umumnya yang diajarkan di sekolah- sekolah) telah mengalami penyempurnaan oleh pemerintah untuk memudahkan proses pembelajaran. Seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda bernama Neubronner van der Tuuk, pernah menerbitkan sebuah buku yang membicarakan tentang tata bahasa Batak Toba. Buku tersebut berjudul “Tentang Tulisan dan Pengucapan Bahasa Toba” (Overschrift en Uitspraak der Tobasche Taal) pada tahun 1855. Kemudian pada tahun 1873, Bibel berbahasa Batak pada bagian Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, diterjemahkan dengan berpedoman pada buku milik Van der Tuuk tersebut.

Dari segi psikologis masyarakatnya, Masyarakat Batak merupakan masyarakat perantau yang diwarisi dengan sifat pekerja keras, berani dan pantang menyerah. Keinginan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik selalu ditanamkan kepada generasi muda.

BATAK BERKESENIAN

Orang Batak dikenal sebagai masyarakat berwatak keras sekaligus pecinta seni. Hampir semua sub suku Batak memiliki jenis kesenian yang unik. Kesenian masyarakat Batak cukup beragam, Mulai dari Tarian, Alat Music hingga jenis- jenis nyanyian. Tarian yang menjadi khas masyarakat Batak adalah Tor- tor.

Tor- tor atau Tari- menari ini merupakan salah satu kebudayaan Batak yang tertua. Dahulu kala, seni Tari- menari ini dihubungkan dengan kepercayaan animism yang dapat mendatangkan kuasa- kuasa magis. Acara tari- menari diadakan untuk memohon kemenangan, kesehatan dan kehidupan sejahtera kepada Tuhan. Acara tari- menari ini juga diadakan ketika menyambut Anggota baru di dalam keluarga (Baik anak yang lahir atau pernikahan). Namun seiring berkembangnya pola pikir, tarian tersebut sudah tidak lagi bersifat Animisme, melainkan dimaksudkan untuk mempererat hubungan kekeluargaan dalam Dalihan Na Tolu.

SISTEM KEMASYARAKATAN SUKU BATAK

Dalam sistem adat istiadat orang Batak, dikenal adanya Dalihan Na Tolu yang berarti Tiga nan Satu. Tiga unsur penting dalam system kekerabatan masyarakat tersebut berdasarkan asas Dalihan Na Tolu yang berlaku secara umum dalam semua sub suku, meski penamaannya ada yang berbeda. Dalihan Na Tolu berasal dari kata “Dalihan” yang berarti Tungku, dan “Na Tolu” berarti Yang Tiga.

Tungku yang Tiga melambangkan tiga buah batu sebagai tungku yang menopang kuali (Lambang kehidupan sehari- hari). Hal ini mencerminkan kehidupan sehari- hari orang Batak yang ditopang oleh Prinsip Dalihan Na Tolu. Sistem ini menentukan kedudukan, hak dan kewajiban orang Batak dalam lingkungannya.

Dalam pengertiannya pula, Dalihan Na Tolu merupakan tiga Unsur yang digambarkan sebagai Hula- hula, Dongan Sabutuha dan Boru. Prinsip ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan system Marga (Klan) di dalamnya.

PENINGGALAN SEJARAH

Kita memiliki Candi- candi yang Autentik dan berseni tinggi. Namun keberadaan Candi tersebut sudah dilupakan, diabaikan dan luput dari perhatian kita sebagai generasi yang sepatutnya menjaga dan memperbaikinya (Tanpa menghilangkan ciri Khas).

Peninggalan bernilai seni dan religious (Agama), yakni berupa Candi Portibi bisa jadi hanya satu- satunya yang terdapat di Kabupaten padang lawas utara (Paluta) yang dulunya merupakan wilayah bagian Tapanuli selatan sebelum dilakukannya pemekaran.

Bangunan Candi Portibi tidak hanya tampak kumuh dan kotor, namun sangat mengisyaratkan bahwa Candi tersebut hanya menunggu kapan dia akan dibongkar. Candi Portibi merupakan salah satu asset budaya peninggalan sejarah. Candi tersebut didirikan oleh Raja Rajendra Cola yang menjadi Raja Tamil Hindu Siwa, di india selatan yang diperkirakan sudah berusia ribuan tahun.

Dahulu Candi Portibi merupakan kerajaan yang sangat unik. Keunikan pertama dari segi namanya yaitu Portibi yang dalam bahasa Batak berarti Dunia atau Bumi. Jadi secara harfiah, Candi Portibi berarti Kerajaan Dunia.

Begitu menyesakkan melihat salah satu peninggalan bersejarah tinggi seperti Candi Portibi, dibiarkan begitu saja. Tidak hanya itu, infrastruktur yang sangat buruk serta penyalahgunaan lokasi bersejarah pun sangat mencengangkan. Bagaimana bisa, tempat bersejarah itu bebas dimasuki oleh orang yang berniat merusak bahkan menternakkan hewan peliharaannya disana.

Bangunan dan Relief yang terdapat di Candi Portibi itu juga sangat membutuhkan pertolongan untuk di Cat kembali, di renovasi agar kemegahannya ratusan tahun lalu kembali bersinar.

Areal situs secara administrative terletak di wilayah tiga kecamatan, yakni kecamatan Batang pane, kecamatan Lubuk Barumun, kecamatan Padang Bolak dan kabupaten Padang lawas utara. Kepurbakalaan yang terdapat pada situs ini tersebar di sepanjang aliran sungai Batang pane, Sirumambe dan Sungai Barumun, terdiri dari setidaknya enam belas kompleks percandian atau Biaro.

Berdasarkan sejumlah temuan yang di dapatkan di situs ini, secara relative biaro- biaro di Padang Lawas (Portibi) diperkirakan sudah eksis sejak abad ke- 11 M. data yang dijadikan acuan adalah tulisan- tulisan kuno pada prasasti- prasasti yang ditemukan di situs tersebut. Salah satu dari prasasti tersebut adalah Prasasti Gunung tua yang merupakan prasasti tertua yang ditemukan, ditulis dalam aksara Jawa kuno dan menggunakan bahasa Melayu kuno yang dipahatkan pada bagian belakang landasan sebuah patung yang diapit yang terbuat dari perunggu.

Nama- nama Candi yang terdapat di Padang Lawas :

Candi Bahal I

Candi Bahal II

Candi Bahal III

Candi Sitopayan

Candi Bara

Candi Pulo

Candi Sipamutung

Candi Tandihat I

Candi Tandihat II

Candi Sisangkilon

Candi Manggis

Di desa Bahal, terdapat tiga (3) situs candi yang saat ini sudah dipugar. Selanjutnya ketiga candi tersebut dinamakan Candi Bahal I, II, III. Tempat- tempat ibadah itu berdiri di tepian sungai Batang Pane. Dari berbagai teori yang berkembang, kemungkinan sungai Batang Pane pernah menjadi lalu lintas perdagangan.

Para peneliti mengungkapkan bahwa Candi- candi di desa Bahal adalah tiga (3) diantara 26 runtuhan candi yang tersebar seluas 1.500 km2 di kawasan Padang Lawas.satu- satunya ornament yang tertinggal sebagai symbol- symbol pemujaan adalah patung singa dan pahatan- pahatan aneh di dinding candi.

Dari temuan sejumlah artefak, analisa konstruksi bangunan beserta materialnya yang dominan bata merah dengan ukuran beragam, batuan tuff (batuan sungai) untuk arca dan batuan kapur, memunculkan dugaan kuat bahwa candi ini berkaitan dengan agama Budha beraliran Wajrayana. Aliran Wajrayana yang berkembang di Padang Lawas sangat berbeda dengan ajaran Budha yang kita kenal saat ini. Arca di padang lawas seluruhnya berwajah raksasa dengan raut muka menyeramkan. Relief pada dinding candi menggambarkan raksasa sedang menari dengan tarian tandawa. Hal itu diperkuat dengan informasi dari beberapa tulisan pada lempengan emas maupun batu yang ditemukan.

Di reruntuhan Candi Bahal II ditemukan Arca Heruka, satu- satunya jenis arca sejenis di Indonesia. Penggambarannya sangat sadis dengan setumpuk tengkorak dan raksasa yang sedang menari- nari di atas mayat. (Tangan kanan raksasa itu diangkat ke atas sambil memegang vajra, sedangkan tangan kiri berada di depan dada sambil memegang sebuah mangkuk tempurung kepala manusia).

Satu hal yang menyedihkan dari Candi Bahal I dalah pemugarannya yang tidak sesuai dengan wujud aslinya sebelumnya. Misalnya renovasi terhadap relief Yaksa dalam posisi sedang menari, di sebelah kiri pipi tangga candi. Pada bagian kepalanya sudah hilang.

(Photo Candi Bahal)

PRASASTI- PRASASTI DI WILAYAH PADANG LAWAS.

Daerah Padang Lawas banyak ditemukan Prasasti dengan berbagai variasi, mulai dari prasasti berbahan batu, emas, beraksara Palawa maupun Pasca Palawa. Prasasti- prasasti yang ditemukan di kompleks percandian Padang Lawas diantaranya :

1. PRASASTI AEK SANGKILON

Ditemukan di daerah Aek Sangkilon, Padang Lawas. Saat ini, prasasti ini disimpan di Museum Nasional Jakarta.

2. PRASASTI TANDIHAT I

Prasasti ini ditemukan di daerah Padang Lawas dan saat ini Prasasti Tandihat I disimpan di Museum Nasional Jakarta.

3. PRASASTI TANDIHAT II

Ditemukan di Biaro Tandihat II, desa Tandihat II kecamatan Barumun Tengah dan saat ini prasasti tersebut disimpan di Museum Provinsi Sumatera Utara.

4. PRASASTI BATU GANA I

Ditemukan di Biaro Bahal I, Desa Bahal, padang Bolak. Saat ini prasasti tersebut disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara.

5. PRASASTI BATU GANA II

Ditemukan di Desa Batu Gana, padang Bolak. Saat ini prasasti Batu Gana II masih berada di tempatnya.

6. PRASASTI SITOPAYAN I

Prasasti ini ditemukan di Biaro Sitopayan, desa Sitopayan, Padang Bolak. Saat ini Prasasti tersebut disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara.

7. PRASASTI SITOPAYAN II

Ditemukan di Biaro Sitopayan, desa Sitopayan, Padang Bolak. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara.

8. PRASASTI LOBU DOLOK I

Ditemukan di Makam di situs Lobu Dolok, kecamatan Padang Bolak. Sampai saat ini, Prasasti tersebut masih berada di tempatnya.

9. PRASASTI LOBU DOLOK II

Ditemukan di Makam di Situs Lobu Dolok, kecamatan Padang Bolak. Sampai saat ini, Prasasti Lobu Dolok II masih berada di tempatnya.

10. PRASASTI LOBU DOLOK III

Ditemukan di Makam di Situs Lobu Dolok, kecamatan Padang Bolak dan Prasasti tersebut masih berada di tempatnya.

11. PRASASTI RAJA SORITAON

Ditemukan di Makam di Situs Padang Bujur, Kecamatan Padang Bolak dan hingga saat ini, prasasti tersebut masih berada di tempatnya.

12. PRASASTI CANDI MANGGIS

Ditemukan di Candi Manggis, kecamatan Sora. Sekarang, Prasasti Candi Manggis ini disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara.

13. PRASASTI GUNUNG TUA

Ditemukan di daerah Gunung Tua, Padang Lawas. Saat ini Prasasti Gunung Tua disimpan di Museum Nasional Jakarta.

PAKAIAN ADAT SUKU BATAK

Tapanuli Selatan (Khususnya) memiliki pakaian adat pengantin yang dinamakan Bulang. Pakaian untuk pengantin perempuan, biasanya terdiri dari hiasan kepala (Bulang), kemudian kalung (Gonjong) hiasan dada, hiasan lengan (Puttu), selendang songket, baju kurung dan sarung songket. Sedangkan untuk pengantin Pria, mengenakan hiasan kepala dari beludru (Tukku/Happu), baju teluk belanga, hiasan lengan (Puttu), keris, sarung songket sebatas lutut dan celana panjang.

(Photo Pakaian adat pengantin)

Di tanah Batak, sebuah kain legendaries bernama Ulos, juga merupakan salah satu kekayaan tanah Batak yang sangat terkenal. Jenis- jenis Ulos sendiri adalah Ulos Padang Ursa, Ulos Ragi Harangan, Ulos Ragi Huting, Ulos Bintang Maratur, Ulos Pinuncaan, Ulos Tumtuman, Ulos Ragi Pakko, Ulos Tutur- tutur, Ulos Pinan Lobu- lobu, Ulos Anatahantak, Ulos Sitolu Tuho, Ulos Simpar dan Ulos Sibolang Rasta Pamontari.

Salah seorang pengrajin Ulos yang cukup terkenal adalah Inang Boru Butar- butar, yang bertempat tinggal di Lumban Gala- gala, kecamatan Balige, kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara.

Semua jenis Ulos tersebut dapat dipesan kepada Inang Boru Butar- butar dengan harga yang bervarian juga. Untuk jenis Ulos Ragi Huting, berkisar sekitar Rp 400 ribu.

(Photo Ulos)

Meninjau dari kilasan sejarah budaya kita tersebut, sangat jelas bahwa kita memiliki kebudayaan yang sangat kaya dan masih sangat potensial untuk kita perbaiki dan di publikasikan ke tengah- tengah dunia. Saya membaca sebuah hasil penelitian seorang Pria pada tahun Schnitger (Yang sangat berjasa karena pernah mengungkap kepurbakalaan di Sumatera), bahwa dia tampak begitu tertarik pada kebudayaan kita. Dia bukan seseorang yang lahir dan besar di Sumatera, namun dia mampu melihat betapa kayanya daerah kita melalui Kacamata pengetahuannya, tentunya.

Kita tentu membutuhkan perubahan seiring zaman yang berubah, namun perubahan tentu sebaiknya tidak menggeser atau mengubur budaya kita. Kita penting sekali untuk membicarakannya kembali, mengamatinya, melakukan terobosan untuk menanggulanginya, memperbaiki, mempublikasikan lalu terus menjaganya.

Karena kemanapun langkah kaki kita pergi, sepatutnya Budaya asal kita tetap terpancar dari pembawaan dan kepercayadirian kita. Mencintai peninggalan leluhur sama sekali tidak sama dengan berpikir KUNO, melainkan bersifat Kritis, karena bagaimanapun, Masa sekarang ada karena adanya Masa lalu. Semoga kita mampu berbicara dari hati ke hati untuk mempedulikannya kembali dan kita bisa mulai dari sekarang. Insya Allah J

(Terima kasih kepada teman saya di dunia Maya, yang membantu saya untuk Mempelajari beberapa tulisan tentang Budaya Batak)

1 komentar:

  1. horas Siti Sofiah Hasibuan..
    saya meng apresiasi kalau iboto, membuat film yang bversifat dokumenter.. misal nya saja kerajaan huristak yang pernah berpusat di padang lawas atau kerajaan hatorusan yang berpusat di Lobu Tua..
    supaya generasi batak yang akan datang tidak lupa terhadap sejarah leluhur nya..
    horas .. pir tondi madingin

    BalasHapus