Rabu, 18 Desember 2013

Menjahit Iman

                                                           

Jakarta, Shafar 1435 Hijriyyah

Kejadian ini terjadi di Rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Sejak aku mendaftarkan diri sebagai pasien jam 09.30 tadi, Alhamdulillaah aku harus melatih kesabaran di ruang tunggu. Sudah hampir 10 nama pasien yang dipanggil masuk ke ruang dokter, aku belum jua melihat tanda-tanda kalau giliranku sudah dekat.

Kepalaku mulai terasa semakin nyeri, Mahasuci Allaah yang memang kepala ini adalah hak-Nya. Mungkin ini harus kualami, sebab beberapa dosa yang terlanjur dilakukan- tidak mampu dihapus dengan istighfar dan shalat saja, mungkin harus ditebus dengan rasa sakit supaya lunas. Hehe benar-benar kabar penghibur.
Kalau saja anak manusia tahu bahwa dalam rasa sakit yang Allaah berikan- terdapat banyak keutamaan di dalamnya, mungkin mereka akan meminta rasa sakit seumur hidupnya. Hmm...

Aku membunuh rasa bosan di ruang tunggu dengan membaca beberapa artikel di situs Republika. Mataku tertuju pada sebuah judul; "Wanita yang Tertipu". Menarik sekali, bathinku. Dan aku mulai membaca keseluruhannya. Perlahan, secara berangsur, ada yang bergelitik di hatiku. Alurnya yang sederhana namun mampu menyampaikan pesan yang amat besar.

Tahukah engkau saudariku, rupanya dalam artikel yang bagus ini- aku tahu siapa salah satu wanita yang tertipu itu. Bukan wanita yang hartanya dilarikan oleh oranglain, Wanita yang kalung atau permata yang dibelinya ternyata adalah imitasi- dan bukan pula wanita yang ditipui oleh pasangannya. Bukan itu.

Wanita yang tertipu itu ialah wanita yang merasa bahwa ia sudah hebat, lalu melihat suaminya sebagai sosok yang berada di 'bawahnya' dan ia merasa begitu malas melakukan kewajibannya sebagai isteri disebabkan penilaiannya tentang pendampingnya yang tidak sepadan dengannya. Astaghfirullaah..

Tampak sederhana. Namun sungguh, bagiku ini sangat krusial. Sangat spesifik pembahasannya.
Berkali-kali aku mengucap syukur kepada Allaah karena mentakdirkanku menunggu lama di ruang tunggu untuk kemudian membaca artikel ini. Begitu banyak wanita yang diberikan Allaah nikmat yang banyak, diberikan Allaah kemampuan yang sesungguhnya hanyalah pinjaman semata. Lalu kemudian ia jadikan pinjaman itu untuk menindas oranglain, parahnya adalah Suaminya sendiri. Lalu, akan kemana wanita kufur itu dibuang, jika jalan menuju Surga-nya saja sudah dilukainya?

Wanita yang memiliki karier, memiliki uang dan pertemanan yang luas- sama sekali tidak ada apa-apanya dibanding memiliki keluarga yang di dalamnya Asmaa Allaahu ta'aalaa diperdengarkan. Tidak ada manfaatnya wanita memiliki jenjang pendidikan yang memukau, jika dengan sengaja dan tanpa beban- ia merobek hati suaminya.

Jangan berfikir bahwa kesuksesan akan mengundang ridha Allaah. Apakah engkau fikir, mentang-mentang engkau memiliki karier lebih baik, lantas maqam-mu di hadapan Allaah jauh lebih tinggi dibanding suamimu? Jangan-jangan selama ini, Suamimu yang engkau anggap 'biasa' itu menjadi kecintaan Allaah, sebab ketawadhuannya? Tidak sepertimu yang tidak terlalu hebat, namun sangat mengangkuhkan hati?

Sikap kita adalah efek keimanan kita. Semoga kita tidak melihat terlalu lama, tidak mempermasalahkan terlalu rumit- tentang apa yang belum dimiliki Suami kita kelak. Sebab diri kitapun tidaklah begitu bagus amalannya. Bersyukurlah atas kehadirannya yang sudah menyelamatkanmu dari fitnah saat masa kesendirianmu, bersyukurlah sebab ia membentengimu dari jilatan api neraka. Dan kemudian bersabarlah atas apa yang kita lihat kurang darinya, nikmati saja- sebab itu pertanda kehadiranmu memang penting untuknya. Untuk melengkapinya. Subhaanallaah.

"Nona Siti Sofiah......" seseorang memanggil namaku. Aku terkejut.
"Silahkan.." suara itu melanjutkan panggilannya. Seorang suster berseragam putih, dengan kertas-kertas panjang di tangannya. Aku mengaangguk, sambil memasuki ruang dokter, aku menyimpan ponselku kembali ke dalam tas.

"Salaam'alaikum.." aku mengetuk pintu.
"Wa'alaikumussalaam.." suara pria !
Aku membuka pintu dengan ragu, seorang lelaki muda- duduk di balik meja.
"Silahkan, Mbak Siti, ya?" tanyanya- sambil menatap kertas di mejanya. Itu pasti kertas identitas pasien milikku. Aku mengangguk pelan.

 Aku masih berdiri dengan penuh kekalutan. Suster menghampiriku dari belakang. "Kenapa, Mba?" tanyanya heran. Kututup sedikit pintu ruang dokter- agar dokter itu tidak melihat.
"Aku mau dokter perempuan, Sus..." bisikku ke telinganya.
Suster tampak terkejut. Lalu kemudian menggeleng.
"Semua dokter disini pasiennya antri, Mba. Dokter Inne sedang istirahat. Memangnya kenapa? Udah, masuk saja.." katanya sambil pelan-pelan mendorongku untuk masuk.

Tiba-tiba pintu dibuka. Dokter itu menatap kami.
"Maaf, ada apa?" tanyanya.
Belum sempat aku mengeluarkan sepatah dua kata, Suster itu memegang bahuku- lalu kemudian membimbingku ke dalam ruangan.

"Ada keluhan sakit apa, Mba Siti?" tanya Dokter, yang kemudian aku tahu namanya dokter Rasyid.
"Sakit kepala, Dok.." jawabku.
Suster beranjak meninggalkan kami, aku mulai gelagapan.
"Bisa diceritakan lebih rinci?" pinta Dokter Rasyid.
Aku mengangguk. Kuceritakan bagaimana akhir-akhir ini kepalaku terasa selalu nyeri. Saat belajar, ada denyutan di kepala bagian kiri, dan mendadak selera makan hilang. Makanan yang biasanya menjadi favoritku, tampak tidak menggugah selera. Dan Ayah- lewat telefon- ia memaksaku untuk segera berobat.

"Silahkan berbaring, saya periksa dulu.." katanya menunjuk tempat tidur di sampingku. Astaghfirullaah, aku merasa ingin kabur saja. Aku berharap si Suster tiba-tiba masuk ruangan.
"Aku duduk saja.." tawarku pada Dokter.
"Kenapa? Saya mau periksa denyut jantung dan kelopak mata Mba Siti" katanya lumayan gusar.
Aku menggeleng, mungkin dengan mimik wajah sedikit mengiba.
"Saya diperiksa sambil duduk saja, Dokter. Insyaa Allaah bisa kok" kataku.
Dan Dokter Rasyid melakukannya.

"Bisa buka jilbabnya?"
APAA???

"Saya mau lihat efek sakit kepala yang Mba rasakan. Apakah ada kerontokan rambut, atau kulit kepala berwarna kemerahan" katanya pelan.

Refleks tanganku memegang kerudungku bagian depan, seakan menahannya.
"Aku enggak bisa" jawabku, dengan menahan amarah. Aku benar-benar tersinggung.

"Kenapa? Saya mau mengobati pasien saya, Mba datang kesini untuk berobat kan?" katanya dengan nada yang meninggi. Aku menunduk, suasana terasa sangat menyudutkan.

"Saya enggak bisa, Dok. Semuanya baik-baik saja, saya hanya sakit kepala biasa" kataku.
"Kalau sakit kepala biasa, kenapa berobat ke rumah sakit besar?" tanyanya, mencoba menjauhiku.
Astaghfirullaah, rasanya seperti adegan sinetron.

"Saya muslimah, Dok. Saya dikasih resep obat saja" tawarku, mencoba tampak tidak menjengkelkan.
Dokter Rasyid berjalan menuju kursinya, dan duduk sambil mengambil kertas putih di lacinya.
Selama hampir 5 menit lebih dia tidak bersuara. Kertas kosong di tangannya sudah penuh dengan tulisan. Dalam hati, aku meminta Allaah menguatkan. Apakah aku terlampau keras? Apakah aku terlalu idealis dan sok alim? Bukan, bukan itu. Aku hanya tidak mau setelah pulang dari rumah sakit ini, aku menyesal seumur hidup.

"Saya mau tanya satu hal.." Dokter Rasyid buka suara.
"Iya, Dok..." sahutku.

"Apakah Allah melarang membuka jilbab jika untuk pengobatan? Maaf ya, saya juga seorang Muslim, dan insyaa Allah tahu agama. Saya menghargai prinsip Mba yang tidak mau membuka jilbab, tapi apakah ini tepat? Bagaimana saya bisa kasih resep jika keadaan Mba yang sebenarnya saja saya tidak faham?"

Aku diam. Berharap ia tidak memaksaku menjawab.

"Mba Siti, saya juga seorang Muslim. Saya pemuda 27 tahun yang juga sering mengaji di majelis. Silahkan kalau tetap bersiteguh pada prinsip Mba, tapi maafkan saya karena saya tidak bisa mendiagnosis apa penyakit Mba dan saya tidak bisa kasih resep obat. Karena saya tidak bisa memeriksa Mba dengan maksimal" lanjutnya.

Aku mengangguk faham.
"Baik, kalau begitu, apa sudah selesai? Saya pamit..." ujarku, seraya merapikan tas di sampingku.

"Siapa yang menemani Mba Siti kemari?" tanyanya.
Aku menggeleng. "Sendiri, Dok"
"Sudah menikah?" tanyaya.
Aku kembali menggeleng. "Makasih, Dok. Permisi" aku benar-benar memberanikan diri untuk meninggalkan ruangannya. Ada rasa malu dan takut yang mnengaduk-aduk. Aku mantapkan langkah untuk keluar dari lobby Poli Penyakit Dalam.

Tiba-tiba sebuah suara mengagetkanku.
"Mba, jangan makan cokelat, keju dan garam terlalu banyak" Dokter Rasyid mengatakannya, sambil berdiri di depan pintu ruangannya. Aku mengangguk, mengucapkan terimakasih dengan pelan- mungkin ia tidak bisa mendengarnya.

Sepanjang perjalanan keluar rumah sakit, aku mencegat angkot menuju kostanku. Dalam perjalanan menuju kost, kutelfon Mama.
"Gimana periksanya, Nak?" tanya Mama langsung.
"Kata Dokternya, fiah enggak boleh makan cokelat, keju dan garam terlalu banyak, Mama"
"Nah itu, dipatuhi ya Nak. Harus disiplin. Trus kata Dokternya, kamu sakit apa?"
Aku terdiam. Aku harus bilang apa ya?

"Sakit kepala ajah, Ma.." jawabku.
"Dokternya bilang apa ajah?" desak Mama.
Aku putuskan untuk menceritakan kejadiannya.
Mama mendengar- sesekali terdengar suara nafas berat.

Setelah berdiskusi hampir selama 10 menit, Mama memaksaku untuk mencari dokter lain untuk periksa. Mencari dokter perempuan seperti yang aku inginkan.

Ini pengalaman yang mungkin akan terjadi berkali-kali lagi di masa mendatang. Ini banyak dialami banyak pasien. Dan  kebetulan itu Allaah mentakdirkanku mengalaminya barusan. Tidak ada maksud untuk memposisikan diri sebagai orang yang baik- sama sekali bukan. Justru saking belum baiknya aku- makanya aku harus mengikuti keburukan yang kulakukan dengan kebaikan.

Kalaupun membuka jilbab untuk pengobatan ini diperbolehkan- aku dengan tegas menolak selagi aku mampu untuk menghindar. Karena bukan apa-apa, sepulang dari rumah sakit itu, jika aku jadi membuka jilbab, maka aku akan menyesal seumur hidup.

Tidak peduli sudah berapa uang pendaftaran pasien dan biaya konsultasi dokter yang dibayarkan, soal uang bisa diusahakan. Terpenting adalah prinsip yang tidak bisa dijual. IMAN yang sedikit ini harus diperjuangkan.
Aku bermimpi memiliki anak-anak yang shalih dan shalihah.
Aku bermimpi kelak aku ingin putera-puteriku tidak berpaling dari Islaam meski pedang sudah berada di leher mereka. Makanya, aku harus memulainya dari diriku sendiri. Aku tidak boleh melakukan hal yang menjatuhkan maruahku sedikitpun.

Kulakukan ini karena-Mu wahai Allaah.
Berikanlah kabar baik untuk putera-puteriku kelak, bahwa sejak masih gadis- Ummi mereka berjuang melawan dunia- dengan mati-matian :)








Kamis, 19 September 2013

Hijab Cinta :)

                            

Beberapa bulan lalu..
Sahabat dari Komunitas Penulis Skenario mengadakan pertemuan. Mereka menyebutnya kopi darat. Awalnya aku mengatakan bahwa aku tidak bisa bergabung bersama lelaki- apalagi itu hanya untuk sekedar berbincang dan makan bersama. Mereka memaklumi dan menjanjikan meja untuk wanita dan pria akan dipisah. "Berjarak 100 meter kalau memungkinkan.." kelakar Susi padaku.

Hari pertemuan itu sudah fix. Tanggal 26 Maret 2013, ba'da Zhuhur di sebuah cafe toko buku Gramedia.
Sejak jam 10 pagi, aku sudah menyiapkan segalanya. Mulai dari gamis dan jilbab yang akan kupakai. Berwarna hitam- dan kugantung manis di belakang pintu kamar. Beberapa buku sudah aku masukkan ke dalam tas yang akan kubawa nanti. Dua kotak makanan sudah kusiapkan. Isinya bolu cokelat dan Rissol daging yang kubeli di toko kue samping kampus. Aku sudah siapkan semuanya, InsyaaAllaah.

Adzan Shalat Zhuhur berkumandang.
Aku bergegas menemui Rabbul 'izzati. Sang Maha Pemberi segala pinta.
Selepas shalat, aku merasa kantuk yang lumayan berat. Aku mencoba melawannya karena sebentar lagi akan berangkat ke Gramedia. Aku bangkit dari tempat shalat menuju kamar mandi. Aku kembali berwudhu- lumayan segar kembali. Kurang dari 5 menit, aku mengantuk lagi. Kulihat jam di bagian atas layar handphoneku. Jam 12:15 WIB.

Aku memutuskan untuk tidur sebentar. Kusetting alarm 12:40 WIB. Dengan harapan, aku sudah berangkat dari kost sekitar jam 13.00 WIB. Itu prediksi yang bagus, menurutku. Aku benar-benar tidur.

Kejadiaan yang sangat membekas itu pun dimulai...

Ya, aku benar-benar tidur Kebablasan !
Saat aku bangun, Jam menunjukkan pukul 15.20 WIB. Hampir setengah empat sore !
Aku mendapati diriku dalam keadaan terkejut dan berkali-kali istighfar. Aku merasa takut memegang handphone, disana pasti sudah puluhan atau ratusan Missed Calls dan Messages. Aku panik dan pasrah.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar...

Astaghfirullaahal 'aadzhiim...
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Dalam kepanikan itu, aku berusaha menjawab Adzan- berharap akan ada keajaiban. Aku memberanikan diri menyentuh Handphone, dan Tarraaaaaaaa 34 Missed Calls dan 16 Messages ! Aku merasa ngeri ! Ampuni Aku yaa Allaah. Ini mengerikan.

Isi messagesnya adalah pertanyaan apakah aku sudah berangkat dari kost. Lalu mereka bertanya sudah di mana posisiku, kenapa aku tidak membalas sms mereka, kenapa aku tidak kunjung datang- dan terakhir "Kamu mengingkari janji, Sofie..."

Aku lemas sekali.
Aku mencoba menelfon Susi. Saat detik pertama telfonku diangkat, aku mendengar suaranya langsung berteriak. "Kamu dimana sih, Sof? Acaranya sudah selesai. Kamu gimana sih" Susi mencoba menahan amarahnya- namun aku faham bahwa ia sangat marah.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Aku harus menghadapinya. Ini salahku. Aku nekad tidur, padahal itu adalah detik-detik keberangkatanku ke Gramedia, harusnya. Oh Tuhaan, ini tidak mudah.

"Aku ketiduran, Susi.." jawabku merasa bodoh.

"Apa? kamu tidur jam berapa? Baru bangun?" Suaranya masih tinggi.

"Ba'da Zhuhur tadi aku ngantuk. Aku pasang alarm tapi aku tidak mendengarnya berbunyi. Ini baru bangun"

"Yaa Allaah Sofiiii, lagian tidur kok jam segitu. Bukannya kamu tahu kalau kita ngumpulnya jam segituan?"

"Aku tahu, tapi tadi ngantuk banget. Enggak biasanya seperti itu. Aku minta maaf, Susi. Aku sayang kamu" Aku mengatakannya cepat- dan aku menggombalnya. Hehe just kidding.

"Sofii...sofiii..iyaa kita juga sayang kamu. Makanya jadi ngomel begini. Kamu nggak tahu sih gimana perjuangannya" katanya melembut.

"Perjuangannya? Siapa?"

"Ini ya, aku kasih tahu. Sebenernya kita adain pertemuan ini buat mengenalkan Mas Satrio sama kamu. Itu yang Cameraman ANTV. Kita sepakat mau comblangin kamu sama dia. Eh malah kamunya yang enggak datang. Bikin kesal banget sih"

Aku terdiam lama.

"Sof..." panggil Susi.

"Iya, Sus?"

"Kamu enggak sengaja kan buat enggak datang?"

"Aku beneran tidur, Susi"

"Hm...mungkin ini pertanda kalau Allah enggak mau kamu dekat sama Satrio ya"

Aku tersenyum. "Iya mungkin, Susi.."

*******


Selang seminggu setelah itu, tepatnya 02 April 2013..
Hari selasa itu aku berkunjung ke Daarul Qur'an, Tangerang.
Sesampai disana- saat aku sedang makan bersama beberapa Asaatidzah, sebuah pesan masuk. Dari seorang senior di pengajian. Isi pesannya mengejutkanku.

"Salam yaa Ukhti. Anti apa kabar? Afwan, anti benar sudah siap menikah? Ummi Nadia mau ngasih biodata ikhwan dari Palembang untuk Ukhti. Jazakillah. Mhn bls"

Mendadak selera makanku berangsur hilang.
Ada yang terasa sakit di ujung hatiku.
Aku menyadari bahwa aku sudah mengatakan bahwa aku siap untuk menikah di Jalan Allaah, namun kenapa mendadak aku merasa tidak berani? Aku menyelesaikan makanku dan masuk ke kamar penginapan. Di kamar itu, aku mohon petunjuk Allaah. Dalam panjatan do'a, aku tidak kuasa menahan tangis. Apa yang terjadi padaku wahai Allaah? Kenapa aku merasa tidak siap dan tidak berminat? Apa ini godaan syaithon yang hendak menghalang-halangi pernikahan? Atau memang karena ada alasan lain...

Aku memaksakan diriku untuk membalas SMS dari Kakak seniorku itu.

"Wa 'alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakaatuhu, Ukhti Yush. Afwan lama balasnya, Ukh. InsyaaAllaah aku akan maju. Lillaah"

Iya ! Aku harus melawan syaithon ! Aku mencoba tidak mempedulikan suara hatiku yang entah kenapa terasa begitu halus melukaiku. Aku akan paksa diriku untuk melakukan ini karena Allaah. Tidak memandang siapapun yang datang padaku.

Aku menghadap kiblat. Memohon ampun dan petujunjuk untuk keputusan besar yang telah aku lakukan.
Wahai Allaah, Engkau fahamkan isi hati ini. Namun demi mengejar gelar Taqwa, aku harus meretas rasa suka tidak suka, rasa nyaman dan tidak nyaman. Aku harus patuh karenaMu. Bukan karena mauku.

Tiba-tiba hanpdhoneku bergetar. SMS masuk. Dari Ukhti Yush.

"Afwan, Ukhti Sofi. Kenapa sms ana belum dibalas?"

Aku terkejut. Belum dibalas? Padahal sudah terkirim.
Aku mengecek kembali rincian pesan yang kukirim. Benar, sudah terkirim.

Aku membalasnya "Ukhti Yush. Ana sudah membalasnya. InsyaaAllaah ana bersedia, Ukh"

Selepas aku mengetik pesan itu, aku memasukkannya ke dalam lemari.
Aku keluar kamar dan bergabung dengan yang lainnya.

Selepas Maghrib, aku mengecek kembali handphoneku. Dari Ukhti Yush. Jantungku berdebar takut.

"Allaahu Akbar, Ukhti. Afwan mengganggu anti ya. Sepertinya sikap diam anti ini bukan pertanda jawaban Iya, melainkan penolakan halus. Selamat melanjutkan aktifitas, Ukhti. Ummi Nadia akan kenalkan ikhwan itu dengan sahabat kita yang lain. Semoga Allah merahmatimu, Ukhti"

Aku membacanya berkali-kali. Aku ambil kesimpulan, Berarti SMSku tidak ada yang sampai padanya?
Subhaanallaah. MasyaaAllaah.

Aku menelfon Ukhti Yush.

"Salaam'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu, Ukhti Yush.." Sapaku.
"Wa 'alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh, Ukhti Sofiah.." Ukhti Yosh tetap ramah.

"Afwan soal sms itu..." aku mulai cerita.
Namun Ukhti Yush mendadak memotong dan menghiburku.
"Tak apa, Ukh. Sebagai perempuan, ana faham. Anti berhak memilih siapa yang akan jadi suami anti. Waktu anti tidak membalas SMS ana, padahal ana sudah kirim 2x, ana tahu kalau anti tidak bersedia."

Aku kembali terdiam. Aku tidak mencoba menjelaskan bahwa sebenarnya aku sudah membalas SMSnya. Aku tidak perlu mengatakan itu. Sepertinya Allaah menggunakan cara ini agar aku tidak berta'aruf dengan ikhwan itu.

"Jazakillaah khair katsiir, Ukhti Yush. Sekali lagi, Maaf..."

*******

Dua kejadian itu terjadi dalam kurun satu minggu.
Tanggal 26 Maret (Hari Selasa) dan 02 April (Hari Selasa).

Aku memeluk Mushafku. Ada haru yang sangat dalam. Sangat Khusyu' membelai jiwa.
Mataku terasa panas. Aku bersimpuh.

"Aku sangat menyukai caraMu menjauhkanku dari yang bukan jodohku wahai Tuhanku. Aku seperti mendengar seorang lelaki merendahkan hatinya tuk berbisik tentangku padaMu. Muliakanlah ia di dunia dan akhirat wahai Allaah..."

Aku menyeka airmataku. "Jadikan ia seorang Ulamaa yang tempat berpulangnya adalah JannahMu, yaa Allaah..."

Jam menunjukkan pukul 18:30 WIB.
Aku merasa sangat lega dan bahagia.

Setiap kejadian adalah kerja tangan Allaah.
Dan seorang hamba memiliki senjata ampuh untuk merayu Tuhan, yaitu Do'a.

Jadikan aku seorang syahidah wahai Allaah, isteri seorang Syahid dan Ibu dari syuhadaa.












Kamis, 12 September 2013

Indahnya Menikah Saat Kuliah




Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.



Saya menulis ini dalam kondisi belum menikah- Allaah belum titahkan 'KUN" untuk itu. Namun aku telah menganggap bahwa Pernikahan karena Allaahu ta'aalaa adalah gerbang yang saat memasukinya akan lebur banyak kegelisahan dan permasalahan. Kuatkan iman dan pilihlah lelaki yang Imannya merekah serta mampu mekarkan imanmu juga- InsyaaAllaah dunia ada di tangan kalian. Di belakang kalian. Dan SELAMAT, kalianlah pasangan Jannah yang disebut-sebut sebagai PEMENANG :)

Menunda-nunda menikah bisa merugi. Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah- yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).

Di era modern saat ini, menikah di usia muda khususnya saat kuliah, adalah suatu hal yang jarang dilakukan. Kebanyakan orang menganggap masa kuliah adalah masanya untuk mengaktualisasikan diri, memperluas jaringan sosial dan bersenang-senang dengan kawan-kawan. Namun, siapa bilang menikah saat kuliah lantas tidak bisa bergaul?
Fakta mengejutkan terungkap bahwa aktualisasi diri justru digambarkan oleh pendiri Psikologi Humanistik Abraham M Mashlow, justru taraf aktualisasi diri lebih cepat dicapai ketika seseorang menikah di usia 20-an tahun.

“Orang yang menikah di usia 20 tahun atau orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan lebih sempurna dibanding dengan mereka yang selalu menunda pernikahan,” demikian kutipan padangan Mashlow.

“Diane E Papalia dan Sally Wendkos Olds mengemukakan, usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun sedangkan bagi laki-laki 20-25 tahun diharapkan sudah menikah. Ini adalah usia terbaik untuk memulai kehidupan berumah tangga,” tulis Adhim.

Image

tidak ada hubungannya menikah dengan kegagalan kuliah. Sebab aktualisasi diri , bermuara pada diri masing-masing individu. Jika sudah siap secara fisik dan mental, apalagi orangtua sudah merestui, buat apa menunda? Insya Allah rejeki dan berkah bisa mengalir dengan sendirinya. Yang penting kita punya keyakinan

Ada banyak faedah dalam menikah di usia muda..

[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]

Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)

Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.

Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له

“Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”

Hal ini menunjukkan bahwa anak memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.

[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]

Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة

“Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.”

Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.

Rintangan pertama:

Ada yang mengutarakan bahwa nikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.

Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang, maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.

Rintangan kedua:

Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

“ Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)

Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. AllahTa’ala berfirman,

نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

“Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)

Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.

Sumber: http://www.sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=698

Semoga Allah memudahkan para pemuda untuk mewujudkan hal ini dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan mudhorot (bahaya). Jika ingin segera menikah dan sudah merasa mampu dalam menafkahi istri, maka lobilah orang tua dengan cara yang baik. Semoga Allah mudahkan.


Senin, 24 Juni 2013

Ukhty, Segera Menikah atau Bunuh Saja Perasaan Cinta itu !

Suatu ketika, dalam majelis koordinasi seorang akhwat berkata pada mas’ul dakwahnya, “akhi, ana ga bisa lagi berinteraksi dengan akh fulan”. Suara akhwat itu bergetar. Nyata sekali menekan perasaannya.”Pekan lalu, ikhwan tersebut membuat pengakuan yang membuat ana merasa risi dan….Afwan, terus terang juga tersinggung.” Sesaat kemudian suara dibalik hijab itu mengatakan….ia jatuh cinta pada ana.”
mas’ul tersebut terkejut, tapi ditekannya getar suaranya. Ia berusaha tetap tenang. “Sabar ukhti, jangan terlalu diambil hati. Mungkin maksudnya tidak seperti yang anti bayangkan.” Sang mas’ul mencoba menenangkan terutama untuk dirinya sendiri.


“Afwan…ana tidak menangkap maksud lain dari perkataannya. Ikhwan itu mungkin tidak pernah berpikir dampak perkataannya. Kata-kata itu membuat ana sedikit banyak merasa gagal menjaga hijab ana, gagal menjaga komitmen dan menjadi penyebab fitnah. Padahal, ana hanya berusaha menjadi bagian dari perputaran dakwah ini.” sang akhwat kini mulai tersedak terbata.

“Ya sudah…Ana berharap anti tetap istiqamah dengan kenyataan ini, ana tidak ingin kehilangan tim dakwah oleh permasalahan seperti ini”. Mas’ul itu membuat keputusan, “ana akan ajak bicara langsung akh fulan”
Beberapa Waktu berlalu, ketika akhirnya mas’ul tersebut mendatangi dulan yang bersangkutan. Sang Akh berkata, “Ana memang menyatakan hal tersebut, tapi apakah itu suatu kesalahan?”

Sang mas’ul berusaha menanggapinya searif mungkin. “Ana tidak menyalahkan perasaan antum. Kita semua berhak memiliki perasaan itu. Pertanyaan ana adalah, apakah antum sudah siap ketika menyatakan perasaan itu. Apakah antum mengatakannya dengan orientasi bersih yang menjamin hak-hak saudari antum. Hak perasaan dan hak pembinaannya. Apakah antum menyampaikan kepada pembina antum untuk diseriuskan?. Apakah antum sudah siap berkeluarga. Apakah antum sudah berusaha menjaga kemungkinan fitnah dari pernyataan antum, baik terhadap ikhwah lain maupun terhadap dakwah????” Mas’ul tersebut membuat penekanan substansial.

” Akhi bagi kita perasaan itu tidak semurah tayangan sinetron atau bacaan picisan dalam novel-novel. Bagi kita perasaan itu adalah bagian dari kemuliaan yang Allah tetapkan untuk pejuang dakwah. Perasaan itulah yang melandasi ekspansi dakwah dan jaminan kemuliaan Allah SWT. Perasaan itulah yang mengeksiskan kita dengan beban berat amanah ini. Maka Jagalah perasaan itu tetap suci dan mensucikan.”

Cinta Aktivis Dakwah
Bagaimana ketika perasaan itu hadir. Bukankah ia datang tanpa pernah diundang dan dikehendaki?
Jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukanlah perkara sederhana. Dalam konteks dakwah, jatuh cinta adalah gerbang ekspansi pergerakan. Dalam konteks pembinaan, jatuh cinta adalah naik marhalah pembinaan. Dalam konteks keimanan, jatuh cinta adalah bukti ketundukan kepada sunnah Rosullulah saw dan jalan meraih ridho Allah SWT.

Ketika aktivis dakwah jatuh cinta, maka tuntas sudah urusan prioritas cinta. Jelas, Allah, Rosullah dan jihad fii sabilillah adalah yang utama. Jika ia ada dalam keadaan tersebut, maka berkahlah perasaannya, berkahlah cintanya dan berkahlah amal yang terwujud dalam cinta tersebut. Jika jatuh cintanya tidak dalam kerangka tersebut, maka cinta menjelma menjadi fitnah baginya, fitnah bagi ummat, dan fitnah bagi dakwah. Karenannya jatuh cinta bagi aktivis dakwah bukan perkara sederhana.

Ketika Ikhwan mulai bergetar hatinya terhadap akhwat dan demikian sebaliknya. Ketika itulah cinta ‘lain’ muncul dalam dirinya. Cinta inilah yang akan kita bahas disini. Yaitu sebuah karunia dari kelembutan hati dan perasaan manusia. Suatu karunia Allah yang membutuhkan bingkai yg jelas. Sebab terlalu banyak pengagung cinta ini yang kemudian menjadi hamba yang tersesat. Bagi aktivis dakwah, cinta lawan jenis adalah perasaan yang lahir dari tuntutan fitrah, tidak lepas dari kerangka pembinaan dan dakwah. Suatu perasaan produktif yang dengan indah dikemukakan oleh ibunda kartini,” …akan lebih banyak lagi yang dapat saya kerjakan untuk bangsa ini, bila saya ada disamping laki-laki yg cakap, lebih banyak kata saya…..daripada yang saya usahakan sebagai perempuan yg berdiri sendiri..”

Cinta memiliki 2 mata pedang. Satu sisinya adalah rahmat dengan jaminan kesempurnaan agama dan disisi lainnya adalah gerbang fitnah dan kehidupan yg sengsara. Karenanya jatuh cinta membutuhkan kesiapan dan persiapan. Bagi setiap aktivis dakwah, bertanyalah dahulu kepada diri sendiri, sudah siapkah jatuh cinta???jangan sampai kita lupa, bahwa segala sesuatu yang melingkupi diri kita, perkataan, perbuatan, maupun perasaan adalah bagian dari deklarasi nilai diri sebagai generasi dakwah. Sehingga umat selalu mendapatkan satu hal dari apapun pentas kehidupan kita, yaitu kemuliaan Islam dan kemuliaan kita karena memuliakan Islam.

Deklarasi Cinta
Sekarang adalah saat yang tepat bagi kita untuk mendeklarasikan cinta diatas koridor yang bersih. Jika proses dan seruan dakwah senantiasa mengusung pembenahan kepribadiaan manusia, maka layaklah kita tempatkan tema cinta dalam tempat utama. Kita sadari kerusakan prilaku generasi hari ini, sebagian besar dilandasi oleh salah tafsir tentang cinta. Terlalu banyak penyimpangan terjadi, karena cinta didewakan dan dijadikan kewajaran melakukan pelanggaran. Dan tema tayangan pun mendeklarasikan cinta yang dangkal. Hanya ada cinta untuk sebuah persaingan, sengketa. Sementara cinta untuk sebuah kemuliaan, kerja keras dan pengorbanan, serta jembatan jalan kesurga dan kemuliaan Allah, tidak pernah mendapat tempat disana.
Sudah cukup banyak pentas kejujuran kita lakukan. Sudah terbilang jumlah pengakuan keutamaan kita, sebuah dakwah yang kita gagas, Sudah banyak potret keluarga yg baru dalam masyarakat yg kita tampilkan. Namun berapa banyak deklarasi cinta yang sudah kita nyatakan. Cinta masih menjadi topik ‘asing’ dalam dakwah kita

Wajah, warna, ekspresi dan nuansa cinta kita masih terkesan ‘misteri. Pertanyaan sederhana, “Gimana sih, kok kamu bisa nikah sama dia, Emang kamu cinta sama dia?”, dapat kita jadikan indikator miskinnya kita mengkampanyekan cinta suci dalam dakwah ini.
Pernyataan ‘Nikah dulu baru pacaran’ masih menjadi jargon yang menyimpan pertanyaan misteri, “Bagaimana caranya, emang bisa?”. Sangat sulit bagi masyarakat kita untuk mencerna dan memahami logika jargon tersebut. Terutama karena konsumsi informasi media tayangan, bacaan, diskusi dan interaksi umum, sama sekali bertolak belakang dengan jargon tersebut.

Inilah salah satu alasan penting dan mendesak untuk mengkampanyekan cinta dengan wujud yang baru. Cinta yang lahir sebagai bagian dari penyempurnaan status hamba. Cinta yang diberkahi karena taat kepada sang Penguasa. Cinta yang diberkahi karena taat pada sang penguasa. Cinta yang menjaga diri dari penyimpangan, penyelewengan dan perbuatan ingkar terhadap nikmat Allah yang banyak. Cinta yang berorientasi bukan sekedar jalan berdua, makan, nonton dan seabrek romantika yang berdiri diatas pengkhianatan terhadap nikmat, rezki, dan amanah yang Allah berikan kepada kita.

Kita ingin lebih dalam menjabarkan kepada masyarakan tentang cinta ini. Sehingga masyarakat tidak hanya mendapatkan hasil akhir keluarga dakwah. Biarkan mereka paham tentang perasaan seorang ikhwan terhadap akhwat, tentang perhatian seorang akhwat pada ikhwan, tentang cinta ikhwan-akhwat, tentang romantika ikhwan-akhwat dan tentang landasan kemana cinta itu bermuara. Inilah agenda topik yang harus lebih banyak dibuka dan dibentangkan. Dikenalkan kepada masyarakat berikut mekanisme yang menyertainya. Paling tidak gambaran besar yang menyeluruh dapat dinikmati oleh masyarakat, sehingga mereka bisa mengerti bagaimana proses panjang yang menghasilkan potret keluarga dakwah hari ini.

Epilog
Setiap kita yang mengaku putra-putri Islam, setiap kita yg berjanji dalam kafilah dakwah, setiap kita yang mengikrarkan Allahu Ghoyatuna, maka jatuh cinta dipandang sebagai jalan jihad yang menghantarkan diri kepada cita-cita tertinggi, syahid fi sabililah. Inilah perasaan yang istimewa. Perasaan yang menempatkan kita satu tahap lebih maju. Dengan perasaan ini, kita mengambil jaminan kemuliaan yang ditetapkan Rosullulah. Dengan perasaan ini kita memperluas ruang dakwah kita. Dengan perasaan ini kita naik marhalah dalam dakwah dan pembinaan.

Betapa Allah sangat memuliakan perasaan cinta orang-orang beriman ini. Dengan cinta itu mereka berpadu dalam dakwah. Dengan cinta itu mereka saling tolong menolong dalam kebaikan, dengan cinta itu juga mereka menghiasi Bumi dan kehidupan di atasnya. Dengan itu semua Allah berkahi nikmat itu dengan lahirnya anak-anak shaleh yang memberatkan Bumi dengan kalimat Laa Illaha Ilallah. Inilah potret cinta yang sakinah, mawaddh, warahmah.
jadi…sudah berani kau jatuh cinta…??

Selasa, 09 April 2013

Kamis, 24 Januari 2013

Menjadi Tiang Negara yang Berkualitas? Mari...!!

                              Wanita

                 


Wanita dalam Islam
Umar bin Khathab pernah berkata, “Pada masa jahiliyah, wanita itu tak ada harganya bagi kami. Sampai akhirnya Islam datang dan menyatakan bahwa wanita itu sederajat dengan laki-laki.”Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri tiga kali quru’. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-Baqarah: 22)
Persamaan yang dimaksudkan oleh Islam ini meliputi segala aspek, termasuk masalah hak dan kewajiban. Hal ini sangat dipahami oleh para wanita Islam dan oleh karenanya mereka pegang ajaran Islam dengan sangat kuat. Khadijah, Umu Habibah, Ummu Salamah dan Nusaibah binti Ka’ab adalah sebagian contoh dari para wanita tersebut.

Adapun peran wanita dalam rumah tangga tak kalah besarnya. Rasulullah mengatakan bahwa wanita adalah juga pemimpin di rumah dan ia akan dimintakan pertanggungjawaban atas perannya tersebut. Dalam sejarah para muslimah telah memainkan perannya dalam berbagai bidang; di medan jihad, di masjid dan juga di rumah. Namun dengan tetap menjaga akhlaq dan adab Islami. Ini dilakukan dengan tetap menjaga perannya yang utama yaitu mendidik anak, menjaga keluarga yang dibangun atas mawaddah dan rahmah, juga tetap menciptakan suasana tenang dan damai dalam rumah tangga.

Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagi kamu rumah-rumah dari kulit binatang ternak yang kamu merasa ringan nya di waktu kamu berjalan dan waktu kamu bermukim dan dari bulu domba, bulu unta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan sampai waktu. (Q.S. An-Nahl: 80)


Usaha Pembaratan
Manakala umat Islam tidak komitmen dengan agamanya, maka kondisi wanita juga akan terpuruk sebagaimana terpuruknya kondisi para lelaki. Jika kondisinya demikian, maka Barat yang ternyata lebih unggul dari kita akan kembali bersemangat untuk kembali menjajah dan merampas kekayaan kita. Perang pemikiran yang mereka lakukan adalah pembuka atas perang militer yang akan mereka lakukan. Hal ini telah terbukti dan berhasil mereka lakukan.

Bahkan ketika perang militer yang mereka lakukan menemukan kegagalan, maka pengaruh pemikiran mereka tetap bercokol, terutama di otak-otak pemikir dan cendekiawan kita. Salah seorang dari mereka pernah berkata, “Semakin dalam aku mengenal Eropa, maka semakin bertambah rasa cintaku padanya. Aku merasa bagian darinya. Dialah ideologiku yang aku perjuangkan sepanjang hidupku. Aku tak percaya Timur dan aku lebih percaya pada Barat.” (Salamah Musa ; Buku Kemarin dan Hari ini)

Ada lagi seorang dari mereka berkata, “Jalan menuju kebangkitan sudah sangat jelas, yaitu dengan cara kita menempuh jalan yang telah ditempuh bangsa Eropa. Lalu, agar kita dapat berubah seperti mereka, maka segala apa yang ada pada mereka harus kita ambil. Pahit, manis, kebaikan, keburukan dan termasuk hal-hal yang disukai juga yang dibenci (Toha Husein, masa depan pengetahuan di Mesir)

Wanita Eropa
Gerakan pembebasan wanita -sesuai dengan ediologi Barat- merupakan pintu masuk bagi pemikiran-pemikiran asing itu ke negeri kita. Belakangan, gerakan ini terasa sangat gencar dilakukan. Terutama saat isu globalisasi meruak. Juga pada saat Amerika dan Zionis berkuasa atas dunia ini tanpa ada yang mampu menyainginya.
Mereka memaksakan pemikiran ini pada bangsa-bangsa muslim. Berbagai cara mereka tempuh agar tujuan tercapai. Lembaga semisal PBB dipakai sebagai alat guna terwujudnya segala target-target mereka. Diselengarakanlah KTT-KTT yang mengangkat isu seputar masalah wanita.
Lalu keluarlah berbagai keputusan dan kesepakatan yang sesuai dengan keinginan mereka. Pada akhirnya berbagai keputusan ini dipaksakan agar diterima oleh semua anggota PBB dengan pengawasan ketat yang mereka lakukan. Selanjutnya, hal-hal ini menjadi senjata-senjata untuk menekan pemerintahan yang ada untuk mau merubah UU dan berbagai peraturan yang sesuai dengan keputusan-keputusan KTT tadi.

Hancurnya Keluarga
Masalah selanjutnya bukan lagi hanya seputar masalah wanita dan hak-hak mereka saja. Akan tetapi, menjadi meluas dan melebar meliputi bagaimana membangun rumah tangga seperti cara dan gaya yang sesuai dengan peradaban Barat. Berkembanglah pemikiran bahwa membina rumah tangga tak perlu lagi memperhatikan aturan dan nilai-nilai. Peran “ibu” tak lagi menjadi tugas wanita saja. Peranan itu sebenarnya adalah tanggung jawab masyarakat. Bahkan, peran itu dapat dilakukan oleh wanita dan laki-laki.

Sebenarnya, di Eropa pemikiran dan ideologi ini melahirkan banyak permasalahan. Sebagai contoh di Perancis tercatat 53 % anak-anak yang lahir tak memiliki bapak yang jelas. Di banyak negara Eropa semakin berkembang trend enggan mempunyai anak bahkan enggan untuk menikah. Hubungan laki-laki dan wanita sekadar hubungan seks bebas tanpa ada ikatan, tak ada aturan yang mengikat. Dan selanjutnya mereka menuntut agar dilegalkannya aborsi sebagai dampak langsung dari merebaknya budaya seks bebas.

Hal ini juga berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas dengan sangat tajam. Pada tahun 1998 tingkat kriminalitas di Amerika mencapai angka yang sangat fantastis. Tindakan perkosaan terjadi setiap 6 menit, penembakan terjadi setiap 41 detik, pembunuhan setiap 31 menit. Dana yang dikeluarkan untuk menanggulangi tindakan kejahatan saat itu mencapai 700 juta dolar per tahun (angka ini belum termasuk kejahatan Narkoba). Angka ini sama dengan pemasukan tahunan (income) 120 negara dunia ketiga.


Kejahatan atas wanita
Merebaknya kejahatan memberikan bahaya tersendiri buat para wanita di Eropa. Hingga PBB pada 17 Desember 1999 mengeluarkan keputusan bahwa tanggal 25 November merupakan hari anti kekerasan pada wanita.
Anehnya, para musuh Islam langsung saja menjadikan hal ini sebagai celah untuk menyerang Islam. Mereka mengatakan bahwa dalam Islam, wanita diperlakukan dengan amat kejam karena wanita boleh dipukul pada saat melakukan pembangkangan pada suami setelah segala cara telah ditempuh.

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.

Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Q.S. An Nisa: 34)

Kita akui bahwa banyak para suami yang salah dalam menerapkan ayat di atas. Hal ini lahir karena lemahnya komitmen mereka pada Islam ditambah dengan kebodohan dalam memahami konsep Islam. Diperparah lagi dengan sikap wanita yang sudah sangat melampaui batas sehingga emosi sang suami tak tertahankan lagi. Bahkan keduanya dalam posisi tertekan karena sistem yang ada dan berlaku adalah sistem thagut sehingga kerusakan terjadi di mana-mana. Sebenarnya dalam konsep Islam terdapat solusi bagi permasalahan ini.

Ada banyak fakta dan data yang seharusnya diperhatikan oleh mereka yang terbuai dengan Barat. Di Eropa dan Amerika pada setiap 15 detik terjadi kekerasan atas wanita. Belum lagi jika ditambah dengan aksi pemerkosaan setiap harinya. Sehingga Amerika tercatat sebagai negara tertinggi dalam hal kekerasan terhadap wanita. Menurut catatan UNICEF, 30% kekerasan pada wanita terjadi di Amerika dan 20% di Inggris.

Belum lagi kejahatan perbudakan yang terjadi di Amerika, CNN pernah menyiarkan laporan bahwa pada tahun 2002 jutaan anak-anak dan wanita dijual belikan di Amerika setiap tahunnya. Lebih dari 120 ribu wanita berasal dari Eropa Timur dan beberapa negara miskin lainnya dikirim ke Eropa untuk dipekerjakan sebagai budak seks. Lalu lebih dari 15 ribu wanita yang mayoritas berasal dari Meksiko dijual ke Amerika untuk dipekerjakan di komplek-komplek pelacuran.

Bisnis haram ini bahkan merenggut kemerdekaan anak-anak di dunia, hingga Sidang Umum PBB pada pertemuan yang ke 54 mengeluarkan keputusan pada 25 Mei 2000 tentang hak anak. Sebuah keputusan yang mendesak agar dilakukan pencegahan agar tak lagi terjadi jual beli anak apalagi kemudian dipekerjakan sebagai budak seks seperti yang terdapat pada jaringan internet.

Konsep perlindungan anak dalam Islam
Memperhatikan apa yang terjadi di Barat, seharusnya membuat kita berfikir panjang jika ingin menempuh jalan yang telah ditempuh oleh Barat.
Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya. Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah. (Q.S. An-Nisa: 27-2)

Mari kita berpegang teguh pada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Pandangan kita atas masalah ini adalah berlandaskan pada konsep agama kita yang hanif.
Diharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. Al Maidah: 3)

Kita tahu bahwa wanita mendapatkan berbagai tekanan termasuk dirampasnya hak-hak mereka yang telah diberikan oleh Islam. Namun, jika kita berbicara mengenai problem ini, tentunya tak dapat dipisahkan dengan beberapa problematika lain yang ada.
Krisis pada hal ini tak dapat dilepaskan dari krisis besar yang dihadapi umat Islam. Sesungguhnya pemikiran akan adanya konflik antara laki-laki dan wanita adalah sebuah hal aneh dan tak akan ditemui dalam konsep Islam. Ini adalah produk impor dari masyarakat barat yang memang senang membuat konflik dan pertentangan dalam berbagai hal. Mereka melakukan penentangan pada agama, alam, juga atas segala hal.

Kita bahkan yakin bahwa problem yang dihadapi oleh wanita muslimah juga merupakan dampak dari apa yang terjadi di Barat. Baratlah penyebab dari segala hal yang terjadi di Palestina, mereka yang mendukung Israel dengan segala dukungan; materi dan persenjataan.
Dalam penjara Israel terdapat lebih dari delapan ribu tawanan. Mereka meninggalkan para istri, ibu dan anak-anak perempuan, bahkan di antara mereka terdapat sekitar 100 tawanan wanita. Mengapa Barat diam saja atas semua ini.

Di Palestina terdapat lebih dari 250 wanita yang telah menemui syahidnya, belum lagi para wanita yang menderita luka-luka pasca intifadhah.
Bukankah mereka juga punya hak yang harus dibela. Mengapa media Barat diam seribu bahasa atas hal ini, sementara mereka melakukan berbagai usaha dan upaya pada saat satu atau dua orang wartawati mereka tertawan di Irak atau di wilayah konflik lainnya.

Adapun tentang wanita di Irak, cukuplah bagi kita apa yang disampaikan oleh organisasi dunia pada 22 Februari 2005 yang mengatakan bahwa kondisi wanita Irak tak jauh berbeda dengan kondisi manakala mereka berada di bawah pemerintahan Sadam Husein.
Hal ini menjelaskan bahwa kemerdekaan dan kebebasan wanita seperti yang di gembar-gemborkan Amerika sama sekali tak menyentuh mereka. Bahkan kondisi mereka di bawah penjajahan Amerika jauh lebih buruk lagi. Mereka menerima perlakuan kasar, dianiaya, dilecehkan bahkan diperkosa.

Rasanya kita tak perlu lagi menceritakan apa yang dialami oleh para muslimah di Bosnia. Bagaimana mereka diperkosa dan disiksa oleh tentara Serbia Eropa di hadapan para tentara PBB, juga di hadapan dunia internasional.

Namun, meski dalam kondisi demikian, wanita muslimah akan tetap tegar. Melalui merekalah lahir para pejuang, para syuhada, juga para mujahidin.

Wallahu A’lam.

Jumat, 04 Januari 2013

Kulupakan dirimu karena ALLAH....


Jalan Dakwah ini begitu rumit, Akhy...
Setiap malam- aku menjauhkan lambungku dari ranjangku. Aku dekati meja belajarku, kubuka semua buku yang kupunyai- Dan hal terpenting yang kufikir adalah apa yang akan kubagikan pada Saudaraku saat matahari terbit esok harinya. Jika tak kupunyai harta- setidaknya Ilmu. Itu tekadku.

Sampai Allah mempertemukanku denganmu...
Kugadang-gadangi fikiranku bahwa Kau adalah seperti ikhwanii fillah secara wajar- Kau saudaraku.
Sampai akhirnya sesuatu terbit dari hatiku- berwarna merah muda. Aku takut. Astaghfirullaah..

Kau pernah mendengar tentang Akhwat yang takut jatuh hati?
Wallah, aku bersama mereka. Aku takut akan goyahnya hati.
Setiap malam yang biasa kuisi dengan memikirkan apa yang akan kubagi pada Saudaraku- kini terpecah belah. Kini yang kufikirkan bukan hanya itu- Melainkan aku sibuk memikirkan apakah kau sudah memiliki teman dekat- dan Bla bla bla.

Di Jalan Dakwah yang harusnya bertapakkan kesucian ini,
Jalan Dakwah yang mestinya hati hanya boleh tertuju padaNya, pada kepentinganNya- telah kutusuki dengan nyanyian di hatiku.

Aku tidak tahu betul apa yang kau rasakan.
Lagipula, aku belum mau tahu.
Aku telah mengatakan pada Allah bahwa aku akan meninggalkanmu demi DIA- Melupakanmu demi DIA, dan kini telah kucoba.

Hanya sekali pertemuan- dan aku tidak menduga berakibat sedemikian rupa.
Pernah kukatakan bahwa aku ingin seperti kisah indah Siti Fatimah dan Sayyidina Ali bin abi tholib.
Kisah tentang membisukan Cinta. Tidak saling mengungkapkan. Tidak saling menunjukkan. Hingga akhirnya Allah mempersatukan.

Namun di sepertiga malam kemarin, Aku kembali mengadukan ini pada sang pemilik Hati. Allahu Rabbi.
Saat aku menunduk dalam, "Sambut aku di barisan hamba-hambaMu yang Engkau beri petunjuk, Rabb..." bisikku. Dan saat aku larut dalam keheningan itu- Aku meraih Al-Qur'an dan asal membuka dari belakang. Saat kubuka, surah yang pertama terbuka oleh tanganku adalah Surah 60. MUMTAHANAH. Dan artinya adalah PEREMPUAN YANG DIUJI.

Aku menangis.
Oh Tuhanku, aku tahu ini ujianmu. Ujian untuk hatiku.
Untuk imanku.
Kuatkan aku, Tuhan.
IstiQomahkan aku.
Kutitipkan ia padaMu karena sungguh aku tidak mampu memberikan manfaat baginya- Dia adalah milikMu yang Haq. Kasihi dia dalam sebenar-benar sifat pengasihMu yaa Rabbul izzati...

Kupeluk Al-Qur'anku...
Airmata menetes membasahi lembarannya...
Kutinggalkan dia karenaMu, Tuhan...
Aku akan menjauhinya- meski aku tidak pernah dekat dengannya...

Karena Engkau mengharamkan diriMu untuk menzhalimi aku, Makanya aku tenang....
Bismillaahirrohmaanirrohiim.........
Ayolah, Hati..pulanglah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang ^^