Untuk Saudariku di bumi Allah . . .
SUPER WOMAN . . . mungkin itulah yang tepat disematkan
kepada para wanita sejati impian manusia. Wanita yang sukses dalam karier, dan
pendidikan, sekaligus melahirkan anak-anak brilian dalam lingkungan rumah
tangga yang serasi. Mereka dituntut mampu berkiprah dalam bidang sosial,
ekonomi, politik dan sebagainya. Namun tetap menyandang kewajiban rumah tangga.
Islam sendiri memberikan begitu banyak peluang terhadap
pengembangan potensi wanita, karena sebagai manusia wanita mempunyai banyak
potensi yang sangat berguna. Potensi kecerdasan, kelembutan sikap, sensitifitas
rasa, manajemen yang baik, keteraturan, hingga jumlah yang banyak.
Sejarah telah membuktikan bahwasanya banyak wanita yang
telah mengubah sejarah dunia. Sebut saja Marie Curie dan Margareth Teacher.
Dalam Islam pun telah kita ketahui sepak terjang Khadijah, Khansa, Ummu Sulaim,
Fattimah Azzahra, Sofiyah, Rabi’atul ‘Adawiyah, Aisyah sampai ke Zainab Al Ghazali.
Akan tetapi bagaimana berbagai potensi ini tidak mengubur
fitrahnya sebagai ibu dari putra-putranya? Atau istri bagi suaminya? Atau
da’iyah bagi lingkungannya?
Saat seorang muslimah masih lajang maka permasalahan ini
mungkin tidak terasakan. Mereka masih bebas menentukan kehidupannya sendiri.
Kuliah, kursus, bekerja, hingga aktifitas da’wah hingga larut malam masih bebas
dijalani dengan mudah. Namun setelah menikah, dimana kewajiban dan tantangan
yang dilakoni bertambah, permasalahan ini akan lebih melekat.
Untuk itu perlu beberapa persiapan bagi seorang akhwat
muslimah agar kelak dapat menjadikan rumahnya seindah syurga. Syurga yang
menyejukkan selepas menerima panasnya aktifitas diluar. Syurga yang indah bagi
semua yang bernaung didalamnya
Manajemen Rumah
Seorang akhwat muslimah layaklah memiliki kemampuan dasar
rumah tangga. Kemampuan mengatur pernak-pernik rumah. Dari mulai menyalakan
kompor, memasak, mengatur interior rumah hingga inventori rumah tangga. Ini
adalah skill dasar yang harus dimiliki.
Tidaklah dituntut untuk perfect melakukan segalanya, tetapi
minimal mengetahui dasar-dasarnya sehingga rumah dapat nyaman dihuni, karena
kebutuhan akan kenyamanan rumah menjadi suatu kebutuhan yang mutlak bagi setiap
anggota keluarga. Seorang suami yang lelah sepulang kerja tentu akan bertambah
stress apabila mendapati kondisi rumah yang berantakan, lantai yang belum
dipel, hidangan yang belum tersedia serta cucian yang menumpuk belum dicuci.
Sedikit percikan saja suami akan uring-uringan dan keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah hanya tinggal slogan belaka.
Untuk itu walaupun tidak mutlak semua pekerjaan rumah dilakukan
oleh istri, tetaplah hal ini diperhatikan. Soal siapa yang akan mengerjakan ini
dan mengerjakan itu bisa dikompromikan dengan seluruh keluarga, namun manajemen
rumah tetap ditangan ibu rumah tangga.
Untuk itulah tarbiyah akhwat selayaknya menyentuh
permasalahan ini, karena tidak semua keluarga muslim mampu untuk mempekerjakan
khadimat, sehingga terkadang semua pekerjaan harus dikerjakan sendiri. Bila
skill ini tidak dilatih sejak dini, maka akan menyulitkan akhwat dalam
perjalanan rumah tangga mereka kelak
Manajemen Keuangan
Dalam banyak rumah tangga seorang istri berperan sebagai
Menteri Keuangan. Seorang suami akan menyerahkan semua nafkahnya—sedikit apapun
jumlahnya—kepada istri. Ini merupakan kewajiban suami walaupun sang istri juga
bekerja dengan pendapatan yang lebih besar. Untuk itu pengaturan keuangan
keluarga menjadi tanggung jawab istri, sehingga penting bagi setiap akhwat
untuk memiliki kemampuan dasar pengaturan keuangan keluarga. Mudah saja, berapa
disisihkan untuk ini, itu dan sisanya—bila ada—ditabung untuk masa depan.
Hindari berhutang, walaupun hal ini tidak dilarang, tetapi bisa mengundang
fitnah apalagi apabila tidak bisa melunasinya tepat waktu.
Namun kunci utama dalam manajemen keuangan bukanlah terletak
pada skill atau ketepatan prediksi pengeluaran, akan tetapi yang dibutuhkan
adalah kedewasaan dalam menerima nafkah dari suami baik nafkah besar ataupun
kecil.
Dewasa dalam menerima nafkah yang sedikit adalah kesabaran
dalam menahan keinginan dan impian. Akhwat adalah seorang wanita juga, yang
tidak banyak berbeda dengan wanita lainnya.
Kecenderungan akan perhiasan dan kemewahan dunia lekat pada
jiwanya. Namun bagi keluarga muslim, sebisa mungkin hal ini ditekan karena
rumah tangga islami bukan bersandar keduniawian, tetapi lebih penting kepada
berkah dan qona’ah atas harta tersebut.
Miris mendengar beberapa kasus yang menimpa para ikhwan.
Pada saat mereka mencoba untuk menjalin bahtera rumah tangga dengan seorang
akhwat muslimah. Dengan proses yang bersih, jauh dari ikhtilat jahiliyyah,
namun kemudian ditolak mentah-mentah, baik dari pihak keluarga ( baik dari
keluarga ikhwan maupun keluarga akhwat ) maupun dari akhwat itu sendiri. Hanya
karena pendapatan bulanan mereka yang tidak memenuhi kriteria, walaupun seorang
wanita juga memiliki kebebasan untuk memilih jodohnya, namun janganlah hanya
karena harta dunia cita-cita menjalin rumah tangga Islami terkandaskan.
Teringat dengan sabda Rasulullah SAW: “Bila datang seorang laki-laki yang
engkau ridhoi agamanya, untuk meminang putrimu maka terimalah” disini
Rasulullah SAW hanya menyebut kriteria agama, bukan harta atau pangkatnya.
Kedewasaan Mental
Menikah adalah satu langkah menuju tegaknya Khilafah
Islamiyah, maka persiapan mental didalamnya laksana persiapan membangun
khilafah itu sendiri.
Dewasa dalam menerima segala kelebihan dan kekurangan
pasangannya. Untuk itu sebaiknya para akhwat tidak mematok kriteria tinggi
dalam mendapati jodohnya, karena pada akhirnya apabila seseorang dengan
kriteria seperti itu belum juga didapatkan, maka yang ada adalah
kompromi-kompromi, mencoreti beberapa kriteria, yang pada akhirnya kelanjutan
rumah tangganya akan menimbulkan kekecewaan terhadap pasangannya tersebut,
karena tidak sesuai dengan impian.
Juga dewasa dalam menghadapi pernak-pernik hidup berumah
tangga, karena menjalin rumah tangga bukan hanya menjalin hubungan antara suami
dengan istri, tetapi juga hubungan antar keluarga, orang tua, mertua hingga
tetangga. Banyak fitnah yang terjadi saat hubungan ini tidak harmonis. Konflik
istri dengan mertua, tetangga dan lain sebagainya akan menyulitkan menuju
keluarga sakinah karena selalu beradu dengan konflik yang tidak perlu.
Dewasa pula dalam menghadapi kehidupan. Membagi antara
aktifitas rumah tangga, da’wah dan aktifitas lain, karena Islam tidak mengebiri
aktifitas wanita. Semua potensi wanita layaknya dikembangkan dalam bingkai
Islam sehingga menambah dinamika dan keberkahan rumah tangga tersebut.
Dan terpenting adalah dewasa dalam menghadapi perubahan,
karena antara kehidupan lajang dengan berkeluarga adalah dua alam yang berbeda.
Saat lajang begitu mudahnya seseorang menjalani aktifitas yang diingini tanpa
beban, namun saat berkeluarga akan terdapat berbagai batasan-batasan di satu
sisi dan dukungan-dukungan disisi lain. Perubahan ini bisa jadi sangat drastis,
bisa merubah segala rencana dan impian yang telah ada.
Seperti contoh: ada akhwat dari keluarga berkecukupan
menikah dengan ikhwan yang sederhana. Segala fasilitas yang dahulu didapatnya
kemudian sirna begitu saja. Bila tidak dewasa dalam memandang permasalahan ini,
maka bahtera rumahtangga tersebut bisa berantakan. Istri yang menuntut
macam-macam sementara sang suami tidak mampu berbuat apa-apa.
Kita layaknya meneladani sikap istri Umar bin Abdul Aziz,
putri khalifah yang bergelimang kekayaan dan bertabur perhiasan. Namun ketika
sang suami menjadi khalifah menggantikan ayahandanya, segalanya berubah. Semua
perhiasan dan harta miliknya diserahkan ke Baitul Maal, bahkan hingga Umar
wafat beliau memilih hidup dalam kemiskinan walaupun telah ditawarkan untuk
mengambil kembali harta yang telah disedekahkannya.
Khatimah
Demikianlah, bahwa begitu banyak potensi wanita, begitu
banyak peran yang bisa diambilnya. Namun tetaplah Islam mengatur peran wanita
pada porsinya. Tidak mengebiri, tidak pula dibiarkan sebebas-bebasnya. Sehingga
kemudian kita dapat menyaksikan sebuah peradaban yang dibangun oleh insan-insan
bertaqwa, dibangun oleh keluarga-keluarga yang Sakinah Mawaddah Warahmah,
dibangun oleh masyarakat yang adil dan terbina sehingga mewujudkan suatu
kesejahteraan, teratur dalam bingkai syari’ah Allah, berjalan beriringan
menggapai ridho ilahi.
Betapa banyak sekolah-sekolah tinggi
ternama. Namun tak satu pun mengajarkan pelajaran kiat jitu persiapan-persiapan
menikah, apalagi memberikan kisi-kisi cara mudah menikah. Maka tak heran jika
sebuah pernikahan yang sebenarnya begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari,
terasa sangat awam bagi seseorang yang belum menjalaninya.
Suatu ketika seorang pemuda ditanyai
oleh temannya yang sudah lama tidak berjumpa. “Apa kabarmu sekarang, lama tidak
jumpa, sudah siap menikah?” Maklum, temannya itu telah lebih dahulu menikah.
Setelah berpikir keras dan mengingat-ingat tentang pernikahan, akhirnya ia pun
menjawab dengan malu. “Aku masih butuh waktu untuk mempersiapkan diri,” jawab
pemuda itu.
Seiring berjalannya waktu, pemuda
itu mulai rajin membaca buku-buku tentang pernikahan. Berkonsultasi kepada
orang yang berpengalaman. Setelah saatnya tiba, ia kini merasa siap, dan
menyampaikan pada orang tuanya tentang niatnya untuk menikah. Namun apa yang
terjadi? Ternyata orang tuanya belum mengijinkan pemuda itu untuk menikah. “Mau
kau beri makan apa istri dan anakmu, kerja saja belum pasti,” kata orang tuanya
ketus. Akhirnya, pemuda itu pun menunda niatnya untuk menikah…
***
Sungguh pernikahan bukanlah perkara
mudah. Sunnah Rasul yang satu ini senilai dengan separuh agama. Sungguh luar
biasa bukan. Oleh karenanya, mempersiapkan pernikahan harus dilakukan secara
matang. Mungkin kisah di atas tidak semua orang mengalaminya. Akan tetapi
menikah itu bukan sim salabim. Dan dalam sekejap dan instan segera terlaksana.
Sampai di sini kita mulai
bertanya-tanya, apakah pernikahan itu? Apakah sekadar memilih pasangan hidup
yang tampan dan cantik? Apakah sekedar pelarian untuk memuaskan kebutuhan
biologis? Apakah sekadar untuk mencari teman curhat permanen? Atau sekadar
cobacoba? Semua itu bisa dijawab kalau kita memiliki sebuah visi yang jelas
perihal pernikahan.
“Sebelum ke sana, pertama kita harus
pahami menikah adalah menyambung silaturahim dua keluarga besar,” kata Ustadz
Mohammad Sholeh Drehem. Menikah memang
bukan hanya bertemunya laki-laki dan perempuan. Menurut Ustadz Sholeh, sangat
naif jika dalam pernikahan belum ada kesepakatan kedua belah pihak dalam artian
keluarga besar. “Makanya harus ada musyawarah dahulu, libatkan semua pihak,”
kata alumni Jurusan Ushul Fiqh Universitas Islam Madinah Arab Saudi ini.
Niat Baik
pun Perlu Dikomunikasikan
Ketika seseorang telah siap untuk
menikah, maka bicarakan dengan orang tua. Walau bagaimana pun orang tua adalah
yang merawat dan membesarkan kita. Dalam hal ini, tidak semua orangtua begitu
saja sependapat. Hal ini wajar, karena orang tua selalu memiliki pertimbangan
dan standart tertentu. Maka tugas kita adalah memahamkan orangtua. Memberikan
bukti nyata bahwa kita memang sudah siap untuk menikah.
Sebagai usatadz yang sering menjadi
rujukan konsultasi keluarga, Ustadz Muhammad Sholeh Drehem menemui beraneka
macam pengalaman tentang pernikahan, Ustad Sholeh menceritakan, beberapa kali
menemui kasus terhambatnya pernikahan karena tidak lancarnya komunikasi.
Menurut Ustadz Sholeh, pada dasarnya orangtua yang baik tidak akan memaksakan
kehendak. Kalaupun itu terjadi, maka tugas seorang anak yang harus mewarnai
orang tua.
“Pahamkan pada orang tua tentang
pemahaman Islam yang menyeluruh,” kata bapak empat putra ini. Jadi, komunikasi
yang dimaksud bukan hanya ketika mau menikah, namun komunikasi yang lancar
sejak jauh sebelum waktu ingin menikah. “Orangtua adalah ladang dakwah yang
luar biasa, maka kewajiban seorang anak ketika mulai mengenal nilai-nilai Islam
sudah harus mendakwahkan pada orang tuanya,” ujar pengasuh di berbagai kajian
ini..
Proses komunikasi tentang niatan
untuk menikah memang tidak dapat sama antara yang satu dengan yang lain. Usaha
itu butuh waktu. Tidak bisa sehari ya satu bulan, tidak bisa satu bulan yang
mungkin beberapa bulan. “Butuh perbaikan diri memang. Dan tunjukkan pada orang
tua niat baik kita. Tidak ada yang instan dalam hal menikah,” kata Ketua Ikatan
Dai Indonesia Jawa Timur ini.
Ustadz Sholeh mewanti-wanti, jangan
sampai menikah tanpa mendapat restu dari orangtua. Betapa sakitnya orang tua,
yang melahirkan dan membesarkan, kemudian saat anak sudah dewasa dan mandiri
tidak melibatkan orang tua dalam proses pernikahan. “Ini mengkhianati orang
tua, menzalimi orang tua,” tegas suami Ustadzah Maryam ini.
Persiapan Ilmu Tentang Pernikahan
Banyak orang yang bingung ketika menghadapi pernikahan. Ada yang sibuk
mempersiapkan pernakpernik pernikahan dan pesta pernikahan, tetapi lupa
mempersiapkan ilmu, mental dan spiritual dalam menjalaninya. Meskipun setiap
orang tahu bahwa pernikahan adalah ibadah, menggenapkan setengah agama, tetapi
karena kesibukan persiapan perlengkapan nikah dan pestanya sering membuat nuansa
ibadah dalam pernikahan tersebut terlupakan.
Ada beberapa persiapan yang perlu
dilakukan menjelang pernikahan, yaitu persiapan ilmu tentang pernikahan,
persiapan mental/psikologis dalam menghadapi pernikahan, persiapan ruhiyyah
menjelang pernikahan serta persiapan fisik sebelum menikah.
Hal yang perlu dipersiapkan adalah
memperjelas visi pernikahan. Untuk apa kita menikah. Visi yang jelas dan juga
sama antara calon suami dan isteri insya Allah akan melanggengkan pernikahan.
Banyak orang yang menikah hanya karena cinta, atau mengikuti tradisi
masyarakat. Bisa juga karena malu karena sudah cukup umur tetapi masih belum
juga menuju pelaminan. Alasan-alasan seperti ini tidak memiliki akar yang
jelas. Bisa juga menjadi sangat rapuh ketika memasuki bahtera rumah tangga, dan
akhirnya hancur ketika badai rumah tangga datang menerjang.
Sebagai muslim yang memiliki rujukan
hidup yang jelas, tentu kita tahu bahwa menikah itu karena ibadah. Visi
pernikahan dalam Islam adalah menimba banyak pahala melalui aktivitas berumah
tangga. Menjauhkan diri dan keluarga dari api neraka, dan akhirnya berusaha
meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Bila seseorang memiki
visi seperti ini insya Allah hari-hari yang dilaluinya setelah menikah akan
berusaha dihadapi sesuai dengan hukumhukum Islam.
Ilmu yang lain yang harus diketahui
adalah tentang hukum-hukum pernikahan. Seperti tentang rukun nikah, yaitu
mempelai pria dan wanita, dua orang saksi, wali dari pihak perempuan dan ijab
kabul. Bila sudah terpenuhi semuanya, insya Allah pernikahan menjadi sah secara
agama.
Lalu kewajiban memberi mahar sesuai
yang diminta oleh pihak wanita. Lalu masalah walimatul ursy (pesta pernikahan).
Tradisi-tradisi daerah bukanlah hal yang wajib untuk dilakukan. Bahkan sebisa
mungkin dihindari tradisi yang bertentangan dengan aqidah Islam. Lalu juga
mempermudah semua proses pernikahan adalah lebih utama. Juga menyederhanakan
pesta pernikahan, tidak bermewah-mewah lebih baik dalam pandangan Islam.
Persiapan
Mental
Pernikahan adalah kehidupan baru yang
sangat jauh berbeda dari masa-masa sebelumnya. Dalam pernikahan berkumpul dua
pribadi yang berbeda yang berasal dari keluarga yang memiliki kebiasaan yang
berbeda. Didalamnya terbuka semua sifat-sifat asli masing-masing. Mempersiapkan
diri untuk berlapang dada menghadapi segala kekurangan pasangan adalah hal yang
mutlak diperlukan. Begitu juga cara-cara mengkomunikasikan pikiran dan perasan
kita dengan baik kepada pasangan juga perlu diperhatikan, agar emosi negatif
tidak mewarnai rumah tangga kita.
Di dalam pernikahan juga diperlukan
rasa tanggung jawab untuk untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.
Sehingga setiap anggota keluarga tidak hanya menuntut hak-haknya saja, tetapi
berusaha untuk lebih dulu memenuhi kewajibannya.
Pernikahan merupakan perwujudan dari
tim kehidupan kita untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Oleh karena
itu kerja sama, saling mendukung dalam segala hal sangat diperlukan. Termasuk
dalam pendidikan anak.
Pernikahan juga merupakan sarana untuk terus menerus
belajar tentang kehidupan. Ketika memasuki dunia perkawinan seseorang belajar
untuk menjadi bagian dari tim kehidupan. Ketika memiliki anak seseorang belajar
untuk mendidik anak dengan cara yang baik. Tidak jarang juga orang tua perlu
memaksa diri untuk merubah kebiasaan-kebiasaan buruknya agar tidak ditiru oleh
anak. Ketika anak-anak menjelang dewasa orang tua belajar untuk menjadikan
anak-anaknya sebagai teman, sebagai bagian dari tim kehidupan yang aktif
menggerakkan roda kehidupan, dan seterusnya.
Menikah merupakan sunnah para nabi dan para rasul, disamping
sebagai salah satu tanda-tanda kekuasaan dan karunia nikmat dari Allah. Melalui
pernikahan, manusia yang berpasangan laki dan perempuan akan memulai menjalani
kehidupan baru, yaitu kehidupan rumah tangga, yang menjadi dambaan setiap
manusia di muka bumi ini. Demikian ini sudah sunnatullah, yang merupakan siklus
kehidupannya sebelum semuanya berakhir, yaitu mendapatkan keturunan.
Di hadapan sepasang suami-istri tersebut membentang berbagai permasalahan yang harus
dihadapi bersama. Permasalahan di dalam keluarga sangatlah kompleks dan saling
berkaitan, antara satu dengan lainnya. Tidak hanya dari segi syari’at, dunia
kesehatanpun akan dihadapinya serta akan mempengaruhi bagaimana syariat itu
dijalaninya.
Bagi para calon pasangan yang akan memasuki bahtera rumah tangga, juga bagi
mereka yang memulai menapaki kehidupan baru, perlu sedikit mengetahui beberapa
hal berkaitan dengan celah-celah kesehatan yang akan mewarnai kehidupannya.
1. Pasca Menikah
Setelah prosesi pernikahan, pasangan baru yang biasa disebut pengantin baru,
akan selalu mendapatkan perasaan yang penuh suka cita. Mungkin, masa inilah
puncak keindahan dan dambaan setiap insan, baik laki- laki maupun wanita.
Di balik rasa kegembiraan ini, tidak sedikit keluhan yang dialami pasangan
baru. Selain harus beradaptasi dalam hal kepribadian masing-masing, masalah
kesehatan hampir selalu terjadi pada awal kehidupan barunya. Secara fisik,
keluhan sering terjadi pada pihak wanita.
Ada lagi penyakit yang tiba-tiba datang pada saat pengantin baru ini, yaitu
gastritis akut. Dikenal dengan penyakit maag. Hal ini disebabkan istri
sering terlambat makan, lantaran selalu menunggu sang suami tercinta datang
dari mencari nafkah untuk bisa makan berdua. Untuk mencegah datangnya penyakit
maag ini, sebaiknya makan tepat waktu, atau saat perut sudah merasa lapar. Kalau
menghendaki makan bersama suami, makanlah dengan porsi sedikit lebih dahulu,
atau makan camilan untuk mengusir rasa lapar tersebut, kemudian bisa diulangi
lagi pada saat suami datang. Hati-hati bagi mereka yang sebelumnya sudah terkena
penyakit ini, sebaiknya lebih dijaga supaya penyakit tersebut tidak lebih
parah.
2. Menghadapi Kehamilan
Seorang wanita yang sudah bertekad untuk menikah, jauh-jauh sebelumnya harus
mempunyai wacana bahwa pasca menikah akan ada hasil cinta kasih bersama suami,
yaitu kehamilan yang merupakan takdir dan kehendak Ilahi. Dengan siap untuk
hamil, maka secara psikis, kehamilan bisa dihadapi dengan hati ikhlas dan
ketenangan.
Kehamilan pertama akan selalu dinanti dan diharapkan oleh setiap pasangan
baru. Namun demikian penantian dan harapan janganlah disikapi terlalu
berlebihan. Berserah diri kepada sang Pencipta itu lebih baik dalam
mengharap kehamilan pertama ini, karena berkaitan juga dengan masalah takdir
Allah, dengan tetap selalu melakukan ikhtiar. Sehingga pasangan yang belum
diberi karunia anak tidak akan merasa cemas yang berlebihan (anxietas).
Kecemasan ini, secara psikis bisa menjadi pemicu terjadinya konflik hubungan
suami-istri.
Setelah dinyatakan istri hamil, maka kegembiraan akan terpancar dari pasangan
baru ini, dan akan disambut juga oleh keluarga serta kerabat lainnya. Masa
hamil muda atau masa mengidam akan dilalui- nya, biasa berlangsung sampai 4
bulan. Namun tak semua wanita hamil muda mengalami masa ini. Mual dan muntah
biasa mengiringi ibu hamil muda. Terkadang sampai berlebihan (hiperemesis
gravidarum}, sehingga istri mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi, yang
bisa berakibat lebih buruk terhadap kesehatan dan perkembangan bayinya.
Hadapilah masa ini dengan banyak istirahat. Atasi mual muntah dengan
obat-obat anti mual atas resep dokter. Jangan minum sembarang obat anti mual.
Usahakan agar selalu minum untuk mencegah dehidrasi dan lemas di tubuh.
Dianjurkan menkonsumsi multivitamin, supaya tubuh tidak terlalu lemas. Bila
istri mengidam, sangat dibutuhkan kesabaran suami, dan bersikap bijaksana,
misalnya dengan memberikan makanan atau minuman yang disukai istri. Namun
demikian, si istri pun harus bijaksana dan mengerti, untuk tidak selalu merepotkan
dan menyibukkan suami gara-gara mengidam ini, sehingga pekerjaan utama mencari
nafkah terabaikan, terlebih lagi dengan kondisi ekonomi yang pas-pasan.
Pada masa mengidam, sebaiknya
mengurangi frekuwensi senggama untuk menghindari bertambah lemahnya kondisi
istri. Tetapi, jika memungkinkan bisa dilakukan dengan hati-hati.
Saat kehamilan ini, perlu perhatikan
beberapa penyakit yang kadang-kadang singgah. Di antaranya batuk-batuk, sakit
kepala, gatal-gatal di kulit, selesma, gangguan kencing, nyeri pinggang bawah
serta tulang belakang, nyeri perut bagian bawah dan lain-lain. Penyakit
ini hanya ringan, kadang hilang dengan sendirinya seiring bertambahnya usia
kehamilan. Namun, apabila penyakit tersebut memperburuk kondisi, sebaiknya
berkonsultasi ke bidan atau dokter.
Semakin tua masa kehamilan, kondisi
fisik istri akan kembali pulih. Sebaiknya periksa kehamilan secara teratur
untuk mengetahui kondisi ibu dan janin dalam keadaan baik dan sehat.
Juga perlu diperhatikan, bahwa berjima’ pada saat sang istri hamil besar dan
menjelang saat melahirkan, akan kurang baik bagi kondisi ibu. Seperti halnya
hamil muda. Bila terpaksa harus melakukan berjima’, maka dilakukan dengan
hati-hati, dan sang istri tetap tidak dalam keadaan keletihan.
3. Menyambut Kehadiran Si Buah Hati
Sebelum si buah hati hadir di hadapan ayah dan ibunya, sudah tentu istri harus
menjalani proses persalinan. Hadapilah persalinan ini dengan tawakal dan ridha
kepada Allah.
Rasa sakit saat melahirkan dan ikhlas menerimanya, harus sudah
dicamkan jauh-jauh sebelum- nya, sehingga secara mental istri sudah siap
menjalaninya.
Tidaklah sedikit kaum ibu, setelah melahirkan kadang mengalami kebingungan atau
mengalami depresi sesaat. Hal ini disebabkan proses persalinan yang menimbulkan
stres dan kelelahan berkepanjangan. Apalagi kelelahan ini berlanjut, karena
harus merawat si kecil atau karena menyusui.
Kadang-kadang, bayi yang baru lahir membuat sang ibu bertambah lelah, karena
kelakuan bayi. Misalnya sering menangis atau rewel, sehingga kesempatan untuk
beristirahat tidak ada sama sekali. Bayi rewel atau sering menangis, ada
beberapa kemungkinan penyebabnya. Di antaranya, karena kencing atau pipis,
buang kotoran dan ingin segera diganti popoknya, air susu yang belum lancar,
kondisi tali pusat bayi karena infeksi, atau ada gigitan serangga dan
lain-lain.
Bantuan dan dukungan suami sangat penting untuk memulihkan kondisi fisik dan
mental istri. Misalnya, secara bergantian menjaga sang bayi. Kita contoh
teladan Nabi Muhammad yang suka membantu istrinya. Diriwayatkan dari Aisyah, ia
berkata, “Rasulullah suka membantu pekerjaan istrinya. Dan jika tiba waktu
shalat, beliau keluar untuk menjalankan shalat”.
Banyak dari kaum istri mendapati sebuah kebahagiaan, kesenangan dan ketenangan
dalam menjalankan pekerjaan- pekerjaan rumah tangganya, manakala ia ditemani
dan dibantu oleh sang suami tercinta. Namun demikian, istri juga harus pintar
merawat dan mengasuh anak, serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya,
sehingga tidak sering meminta bantuan suami, karena tugas suami yang utama
adalah mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya.
Bisa terjadi, karena tidak ada saling pengertian dan pembagian tugas di
antara suami istri, sehingga menimbulkan perselisihan dan percekcokan yang
berakibat buruk, yaitu perceraian, karena istri tidak sabar merawat dan
mengasuh bayi, ataupun sang suami sangat egois tidak mengerti kondisi istri
yang kerepotan.
Kadang juga, karena kelelahan yang berkepanjangan dan emosi
belum stabil, sang ibu akan sering marah dan jengkel melihat si kecil yang
terlalu rewel. Hal ini akan berakibat kurang baik bagi bayi, juga bagi ibunya
sendiri, karena ada gangguan hubungan secara psikologis antara ibu dan bayinya.
Dan justru menyebabkan bayi bertambah rewel atau tidak tenang. Tentunya hal ini
bisa dihindari dengan mencari penyebab kerewelan bayi tersebut, sehingga bisa
segera diatasi bersama.
Seorang ibu sebaiknya selalu penyabar dan penyayang terhadap keluarganya,
karena Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan Rasulullah menganjurkan kepada
para wanita untuk selalu menyayangi anak-anaknya.
Sangat dianjurkan, apabila ibu terlalu letih pasca melahirkan, untuk segera
mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi tinggi. Bila perlu, minumlah
multivitamin atau suplemen makanan ataupun minuman. Usahakan untuk bisa
beristirahat, meskipun hanya sebentar. Dibolehkan juga meminta bantuan orang
lain (khadimah) ataupun keluarga untuk mengurangi kerepotan keluarga.
Pendidikan
Anak Dalam Islam
Dan orang-orang yang berkata: “Ya
Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari istri-istri kami dan keturunan kami
kesenangan hati, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al- Furqan: 74)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. “
(QS. At Tahrim: 6).
“Bila manusia mati maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga hal: shadaqah
jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo’akannya.”
(HR. Muslim, dari Abu Hurairah)
PENDAHULUAN
Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasul termulia, kepada keluarga
dan para sahabatnya.
Seringkali orang mengatakan: “Negara ini adikuasa, bangsa itu mulia dan kuat,
tak ada seorangpun yang berpikir mengintervensi negara tersebut atau
menganeksasinya karena kedigdayaan dan keperkasaannya “.
Dan elemen kekuatan adalah kekuatan
ekonomi, militer, teknologi dan kebudayaan. Namun, yang terpenting dari ini
semua adalah kekuatan manusia, karena manusia adalah sendi yang menjadipusat
segala elemen kekuatan lainnya. Tak mungkin senjata dapat dimanfaatkan,
meskipun canggih, bila tidak ada orang yang ahli dan pandai menggunakannya.
Kekayaan, meskipun melimpah, akan menjadi mubadzir tanpa ada orang yang
mengatur dan Mendaya-gunakan untuk tujuan-tujuan yang bermanfaat.
Dari titik tolak ini, kita dapati
segala bangsa menaruh perhatian terhadap pembentukan individu, pengembangan
sumber daya manusia dan pembangunan warga secara khusus agar mereka menjadi
orang yang berkarya untuk bangsa dan melayani tanah air.
Mengapa umat Islam memperhatikan pendidikan anak dan pembinaan individu untuk
mencapai predikat “umat terbaik”, sebagaimana dinyatakan Allah ‘Azza Wa lalla
dalam firman-Nya:
“Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dariyang
munkar …”. (Surah Ali Imran: 110).
Dan agar mereka membebaskan diri
dari jurang dalam yang mengurung diri mereka, sehingga kondisi mereka dengan
umat lainnya seperti yang beritakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam:
“Hampir saja umat-umat itu mengerumuni kalian bagaikan orang-orang yang sedang
makan berkerumun disekitar nampan. “. Ada seorang yang bertanya: “Apakah karena
kita berjumlah sedikit pada masa itu?” Jawab beliau: “Bahkan kalian pada waktu
itu berjumlah banyak, akan tetapi kalian bagaikan buih air bah.
Allah niscaya mencabut dari hati
musuh kalian rasa takut kepada kalian, dan menanamkan rasa kelemahan dalam dada
kalian “. Seorang bertanya: “Ya Rasulullah, apakah maksud kelemahan itu?” Jawab
beliau: “Yaitu cinta kepada dunia dan enggan mati”.
PERANAN
KELUARGA DALAM ISLAM
Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan
masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat
pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari
anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam
pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia
pra-sekolah).
Sebab pada waktu tersebut apa yang
ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau
berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga memiliki peran besar dalam pembangunan masyarakat. Karena
keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan
pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka
pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka
mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka
pergunakan antara lain:
1. Merusak wanita muslimah dan
mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga
keluarga dan mempersiapkan generasi.
2. Merusak generasi muda dengan
upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar
mudah dirusak nantinya.
3. Merusak masyarakat dengan
menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan
masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.
Sebelum ini, para ulama umat Islam
telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al
Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan
mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua
orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari
pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa
saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan
tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari
akherat, juga setiap pendidik dan gurunya.
Tapi jika dibiasakan kejelekan dan
dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa.
Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara
mendidik dan membangun serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari
teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadi
suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut
bila dewasa. “
TUJUAN
PENDIDIKAN DALAM ISLAM
Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu
muslim. Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang
tentu saja akan. Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
“Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam memiliki tujuan yang jelas dan
tertentu, yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah SWT.
Dan tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi
pengertian ibadah pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang
dilakukan seorang muslim dengan niat untuk Allah semata merupakan ibadah.
“(Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu’atstsirat as Salbiyah fi Tarbiyati at
Thiflil Muslim wa Thuruq ‘Ilajiha, hal. 76.
MEMPERHATIKAN
ANAK SEBELUM LAHIR
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih
isteri yang shalelhah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada
orang yang hendak berkeluarga dengan bersabda:
“Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi” (HR.
Al-Bukhari dan Muslim)
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang
yang datang melamarnya.
Hendaknya mendahulukan laki-laki
yang beragama dan berakhlak.
Rasulullah memberikan pengarahan kepada para wali
dengan bersabda:
“Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah.
Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang
besar “
Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam
kehidupan rumah tangga kita.
Rasulullah memerintahkan kepada
kita:
“Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli istrinya, membaca:” Dengan nama
Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang
Engkau karuniakan kepada kami “. Maka andaikata ditakdirkan keduanya memiliki
anak, niscaya tidak ada setan yang dapat mencelakakannya “.
MEMPERHATIKAN
ANAK KETIKA DALAM KANDUNGAN
Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama
kasih sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memperhatikan anak sebelum
kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar
kepada anak ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam
mensyariatkan kepada ibu hamil agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk
kepentingan janin yang dikandungnya.
Sabda Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah membebaskan separuh shalat bagi orang yang bepergian, dan
(membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita
hamil” (Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa’i. Kata Al Albani
dalam Takhrij al Misykat: “Isnad hadits inijayyid ‘)
Sang ibu harus berdo’a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan
anak yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum
muslimin. Karena termasuk do’a yang dikabulkan adalah do’a orangtua untuk
anaknya.
MEMPERHATIKAN ANAK SETELAH LAHIR
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di
sekitamya melakukan hal-hal berikut:
1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak
famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman
Allah ‘Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim’ Alaihissalam bersama malaikat:
“Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan
kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir
putranya) Ya ‘qub. “(Surah Hud: 71).
Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya ‘Alaihissalam:
“Kemudian malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri
melakukan shalat di mihrab (katanya):” Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu
dengan kelahiran (seorang putramu) Yahya ” (Ali Imran: 39).
Adapun tahni’ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal
ini, kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu ‘Anha:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam ketika dihadapkan kepada beliau
anak-anak bayi, maka beliau mendo’akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi
langit-langit mulutnya (dengan korma atau madu) “(Hadits riwayat Muslim dan Abu
Dawud).
Abubakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri,
bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru
saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda
menyampaikan selamat kepadamu.
Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah dia
penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang harus kita
ucapkan.
katanya: Ucapkanlah:
“Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun bersyukur
kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai kedewasaannya”
(Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.)
2. Menyerukan adzan di telinga bayi.
Abu Rafi ‘Radhiyallahu’ Anhu menuturkan:
“Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika
dilahirkan Fatimah” (Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi.
Hikmahnya, Wallahu A’lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Al
lah dan dua
kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi.
Juga sebagai perisai untuk anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan
menjauhkan setan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk
mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pernyataan hadits :
“Jika diserukan adzan untuk shalat, setan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan
kentut sampai tidak mendengar seruan adzan” (Ibid)
3. Tahnik (mengolesi langit-langit mulut).
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi
adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau menghaluskannya
dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi. Caranya,
dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain dimasukkan
ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri sampai
merata.
Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis (seperti
madu atau gula). Abu Musa menuturkan:
“Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang ke Nabi, maka beliau
menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo’akan keberkahan baginya,
kemudian menyerahkan kepadaku”.
tahnik memiliki pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr. Faruq
Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50,
menyebutkan: “tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu’jizat Nabi dalam bidang
kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan dan
hikmah di baliknya.
Para dokter telah membuktikan bahwa
semua anak kecil (terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian,
kalau terjadi salah satu dari dua hal:
a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya.
4. Memberi nama.
Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik.
Hadits dari Wahb Al Khats’ami bahwa Rasulullah bersabda:
“Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta’ala yaitu
Abdullah dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan
Hammam, dan nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah “(HR.Abu Daud An
Nasa’i)
Pemberian nama merupakan hak bapak.
Tetapi bisa baginya menyerahkan hal
itu kepada ibu. Bisa juga diserahkan kepada kakek, nenek, atau selain mereka.
Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim
dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah
beliau bersabda: “Semoga mudah urusanmu”
Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya
tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun
berbelok arah dan tidak melaluinya. (Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud,
hal. 41.)
Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau
pernah mengganti nama seseorang ‘Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan Zur’ah.
Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan: “Nabi mengganti nama ‘Ashi,’ Aziz,
Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab.
Ia mengganti nama Syihab dengan
Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji ‘dengan Al Munba’its, Tanah Qafrah
(Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan Kampung
Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram ) dengan Banu Rasydah
(Anak keturunan balk). “(Ibid)
5. Aqiqah.
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya:
Rasulullah bersabda:
“Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan
darinya” (HR. Al Bukhari.)
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, bahwaRasulullah bersabda:
“Untuk anak laki- laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak
perempuan seekor kambing “(HR. Ahmad dan Turmudzi).
Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat
dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari
kelahiran. Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh bisa
dilaksanakan kapan saja, Wallahu A’lam.
Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk
kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis
kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.
Hal ini memiliki banyak manfaat, antara lain: mencukur rambut bayi dapat
memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam,
juz 1.)
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun memiliki manfaat yang jelas.
Diriwayatkan dari Ja’far bin
Muhammad, dari bapaknya, katanya:
“Fatimah Radhiyalllahu ‘anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu
Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR.
Imam Malik dalam Al Muwaththa ‘)
7. Khitan.
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak
laki-laki, atau bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak
perempuan. Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah
bersabda:
“Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong
kuku, mencabut bulu ketiak” (HR. Al-bukhari, Muslim)
Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) untuk kaum
wanita.WallahuA ‘lam.
Inilah beberapa etika terpenting
yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau pada saat-saat
pertama dari kelahiran anak.
Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu
kedatangannya Secara singkat, antara lain:
A. Membacakan ayat tertentu dari Al Qur’an untuk wanita yang akan
melahirkan; atau menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu
dihapus dengan air dan diminumkan kepada wanita. ltu semua adalah
batil, tidak ada dasamya yang shahih dari Rasulullah, Akan tetapi untuk wanita
yang sedang menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada
Allah agar diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini
tidak bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.
B. Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki,
bukan anak perempuan.
Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang
berkenaan dengan mereka:
“Bila seseorang dari Merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan,
Hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya.
Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa
yang telah mereka lakukan itu “(An Nahl: 58-59).
Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan
memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula
menceraikan istrinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya,
semuanya berada di tangan Allah ‘Azza wa lalla.
Dialah yang memberi dan menolak.
Firman-Nya:
Dia menciptakan apa yang dikehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada
siapa yang dikehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang
dikehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-Nya, dan
dia menjadikan Mandul siapa yang dikehendaki … “(Surah Asy Syura :49-50).
Semoga Allah memberikan petunjukkepada seluruh kaum Muslimin.
C. Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.Misalnya, nama yang
berarti jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau
tokoh kafir. Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang
wajib atas walinya.
Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan
sampai setelah seminggu.
D. Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya.
Aqiqah merupakan tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam, dan mengikuti
tuntunan beliau adalah sumber segala kebaikan.
E. Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. Ada
yang mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor
kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula
yang kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya
seekor kambing untuk anak Iaki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka
harus kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wasalam tanpa menambah
atau mengurangi.
F. Menunda khitan setelah akil baligh.Tradisi ini dulu terjadi pada
beberapa suku, seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di
hadapan orang banyak.
Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup untuk kita
dengan menyebutkan etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima
kelahiran anak. Karena apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut,
termasuk kesalahan yang tidak disyariatkan. (Disarikan dari kitab Adab Istiqbal
al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf Abdullah al arifi)
MEMPERHATIKAN
ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA
Periode pertama dalam kehidupan anak
(usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling
penting. Periode ini memiliki pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan
pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan
tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi
dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan
anak dalam periode ini.
Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan
sebagai berikut:
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua,
terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak
merasakan cintakasih ini, maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan
membenci orang disekitamya. “Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa
tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak
kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan.
Dia akan merusak seluruh eksistensi
anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang
dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar
dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak. “(Muhammad Quthub, Manhaiut
Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)
Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan
kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal
kehidupannya.
Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa
membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan
tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga
motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini.
Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga
mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Harus kedua orangtua menjadi teladan yang baik untuk anak dari awal
kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam
pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil
dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua
melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya.
Ini memiliki pengaruh yang besar
sekali pada pribadi anak. “Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar
atau tidak, adalah besar sekali.
Terkadang melebihi apa yang kita duga.
Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak
mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua
berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam
diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin
terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap
secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak
sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di
sekitamya. “(Ibid.)
4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam
pergaulannya.
Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni, MinhajAt
TarbiyahAsh Shalihah.)
“Dibiasakan mengambil, memberi,
makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan
dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus.
“Dibiasakan mendahulukan bagian
kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari
kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri.
“Dilarang tidur tertelungkup
dandibiasakan · tidur dengan miring ke kanan.
“Dihindarkan tidak memakai pakaian
atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan
malu membukanya.
“Dicegah menghisap jari dan
menggigit kukunya.
“Dibiasakan sederhana dalam makan
dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
“Dilarang bermain dengan hidungnya.
“Dibiasakan membaca Bismillah ketika
hendak makan.
“Dibiasakan untuk mengambil makanan
yang terdekat dan tidak memulai makan sebelum orang lain.
“Tidak memandang dengan tajam kepada
makanan maupun kepada orang yang makan.
“Dibiasakan tidak makan dengan
tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan dengan baik.
“Dibiasakan memakan makanan yang ada
dan tidak mengingini yang tidak ada.
“Dibiasakan kebersihan mulut
denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah makan, sebelum tidur, dan
sehabis bangun tidur.
“Dididik untuk mendahulukan orang
lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar
menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak
tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau
permainan.
“Dibiasakan mengucapkan dua kalimat
syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari.
“Dibiasakan membaca” AZhamdulillah
“jika bersin, dan mengatakan
“Yarhamukallah” kepada orang yang
bersin jika membaca “Alhamdulillah”.
“Supaya menahan mulut dan menutupnya
jika menguap, dan jangan sampai bersuara.
“Dibiasakan berterima kasih jika
mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
“Tidak memanggil ibu dan bapak
dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan
Abi (Bapak).
“Ketika berjalan jangan mendahului
kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat
lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka.
“Dibiasakan bejalan kaki pada
trotoar, bukan di tengah jalan.
“Tidak membuang sampah dijalanan,
bahkan menjauhkan kotoran
darinya. “Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan
mengatakan” Assalamu ‘Alaikum “serta membalas salam orang yang mengucapkannya.
“Diajari kata-kata yang benar dan
dibiasakan dengan bahasa yang baik.
“Dibiasakan menuruti perintah
orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang
diperbolehkan.
“Kapan membantah diperingatkan
supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela, jika memungkinkan. Tapi kalau
tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal ini lebih baik dari tetap
membantah dan membandel.
“Hendaknya kedua orangtua
mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi
larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa
makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
“Tidak dilarang bermain selama masih
aman, seperti bermain dengan pasir dan permainan yang diperbolehkan, sekalipun
menyebabkan bajunya kotor. Karena permainan pada periode ini penting sekali
untuk pembentukan jasmani dan akal anak.
“Ditanamkan kepada anak agar senang
pada alat permainan yang dibolehkan seperti bola, mobil-mobilan, miniatur
pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan kepadanya agar membenci alat
permainan yang memiliki bentuk terlarang seperti manusia dan hewan.
“Dibiasakan menghormati milik orang
lain, dengan tidak mengambil permainan atau makanan orang lain, sekalipun
permainan atau makanan saudaranya sendiri.
terhubung insya Allah ..