Kamis, 19 September 2013

Hijab Cinta :)

                            

Beberapa bulan lalu..
Sahabat dari Komunitas Penulis Skenario mengadakan pertemuan. Mereka menyebutnya kopi darat. Awalnya aku mengatakan bahwa aku tidak bisa bergabung bersama lelaki- apalagi itu hanya untuk sekedar berbincang dan makan bersama. Mereka memaklumi dan menjanjikan meja untuk wanita dan pria akan dipisah. "Berjarak 100 meter kalau memungkinkan.." kelakar Susi padaku.

Hari pertemuan itu sudah fix. Tanggal 26 Maret 2013, ba'da Zhuhur di sebuah cafe toko buku Gramedia.
Sejak jam 10 pagi, aku sudah menyiapkan segalanya. Mulai dari gamis dan jilbab yang akan kupakai. Berwarna hitam- dan kugantung manis di belakang pintu kamar. Beberapa buku sudah aku masukkan ke dalam tas yang akan kubawa nanti. Dua kotak makanan sudah kusiapkan. Isinya bolu cokelat dan Rissol daging yang kubeli di toko kue samping kampus. Aku sudah siapkan semuanya, InsyaaAllaah.

Adzan Shalat Zhuhur berkumandang.
Aku bergegas menemui Rabbul 'izzati. Sang Maha Pemberi segala pinta.
Selepas shalat, aku merasa kantuk yang lumayan berat. Aku mencoba melawannya karena sebentar lagi akan berangkat ke Gramedia. Aku bangkit dari tempat shalat menuju kamar mandi. Aku kembali berwudhu- lumayan segar kembali. Kurang dari 5 menit, aku mengantuk lagi. Kulihat jam di bagian atas layar handphoneku. Jam 12:15 WIB.

Aku memutuskan untuk tidur sebentar. Kusetting alarm 12:40 WIB. Dengan harapan, aku sudah berangkat dari kost sekitar jam 13.00 WIB. Itu prediksi yang bagus, menurutku. Aku benar-benar tidur.

Kejadiaan yang sangat membekas itu pun dimulai...

Ya, aku benar-benar tidur Kebablasan !
Saat aku bangun, Jam menunjukkan pukul 15.20 WIB. Hampir setengah empat sore !
Aku mendapati diriku dalam keadaan terkejut dan berkali-kali istighfar. Aku merasa takut memegang handphone, disana pasti sudah puluhan atau ratusan Missed Calls dan Messages. Aku panik dan pasrah.

Allaahu Akbar, Allaahu Akbar...

Astaghfirullaahal 'aadzhiim...
Allaahu Akbar, Allaahu Akbar. Dalam kepanikan itu, aku berusaha menjawab Adzan- berharap akan ada keajaiban. Aku memberanikan diri menyentuh Handphone, dan Tarraaaaaaaa 34 Missed Calls dan 16 Messages ! Aku merasa ngeri ! Ampuni Aku yaa Allaah. Ini mengerikan.

Isi messagesnya adalah pertanyaan apakah aku sudah berangkat dari kost. Lalu mereka bertanya sudah di mana posisiku, kenapa aku tidak membalas sms mereka, kenapa aku tidak kunjung datang- dan terakhir "Kamu mengingkari janji, Sofie..."

Aku lemas sekali.
Aku mencoba menelfon Susi. Saat detik pertama telfonku diangkat, aku mendengar suaranya langsung berteriak. "Kamu dimana sih, Sof? Acaranya sudah selesai. Kamu gimana sih" Susi mencoba menahan amarahnya- namun aku faham bahwa ia sangat marah.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Aku harus menghadapinya. Ini salahku. Aku nekad tidur, padahal itu adalah detik-detik keberangkatanku ke Gramedia, harusnya. Oh Tuhaan, ini tidak mudah.

"Aku ketiduran, Susi.." jawabku merasa bodoh.

"Apa? kamu tidur jam berapa? Baru bangun?" Suaranya masih tinggi.

"Ba'da Zhuhur tadi aku ngantuk. Aku pasang alarm tapi aku tidak mendengarnya berbunyi. Ini baru bangun"

"Yaa Allaah Sofiiii, lagian tidur kok jam segitu. Bukannya kamu tahu kalau kita ngumpulnya jam segituan?"

"Aku tahu, tapi tadi ngantuk banget. Enggak biasanya seperti itu. Aku minta maaf, Susi. Aku sayang kamu" Aku mengatakannya cepat- dan aku menggombalnya. Hehe just kidding.

"Sofii...sofiii..iyaa kita juga sayang kamu. Makanya jadi ngomel begini. Kamu nggak tahu sih gimana perjuangannya" katanya melembut.

"Perjuangannya? Siapa?"

"Ini ya, aku kasih tahu. Sebenernya kita adain pertemuan ini buat mengenalkan Mas Satrio sama kamu. Itu yang Cameraman ANTV. Kita sepakat mau comblangin kamu sama dia. Eh malah kamunya yang enggak datang. Bikin kesal banget sih"

Aku terdiam lama.

"Sof..." panggil Susi.

"Iya, Sus?"

"Kamu enggak sengaja kan buat enggak datang?"

"Aku beneran tidur, Susi"

"Hm...mungkin ini pertanda kalau Allah enggak mau kamu dekat sama Satrio ya"

Aku tersenyum. "Iya mungkin, Susi.."

*******


Selang seminggu setelah itu, tepatnya 02 April 2013..
Hari selasa itu aku berkunjung ke Daarul Qur'an, Tangerang.
Sesampai disana- saat aku sedang makan bersama beberapa Asaatidzah, sebuah pesan masuk. Dari seorang senior di pengajian. Isi pesannya mengejutkanku.

"Salam yaa Ukhti. Anti apa kabar? Afwan, anti benar sudah siap menikah? Ummi Nadia mau ngasih biodata ikhwan dari Palembang untuk Ukhti. Jazakillah. Mhn bls"

Mendadak selera makanku berangsur hilang.
Ada yang terasa sakit di ujung hatiku.
Aku menyadari bahwa aku sudah mengatakan bahwa aku siap untuk menikah di Jalan Allaah, namun kenapa mendadak aku merasa tidak berani? Aku menyelesaikan makanku dan masuk ke kamar penginapan. Di kamar itu, aku mohon petunjuk Allaah. Dalam panjatan do'a, aku tidak kuasa menahan tangis. Apa yang terjadi padaku wahai Allaah? Kenapa aku merasa tidak siap dan tidak berminat? Apa ini godaan syaithon yang hendak menghalang-halangi pernikahan? Atau memang karena ada alasan lain...

Aku memaksakan diriku untuk membalas SMS dari Kakak seniorku itu.

"Wa 'alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakaatuhu, Ukhti Yush. Afwan lama balasnya, Ukh. InsyaaAllaah aku akan maju. Lillaah"

Iya ! Aku harus melawan syaithon ! Aku mencoba tidak mempedulikan suara hatiku yang entah kenapa terasa begitu halus melukaiku. Aku akan paksa diriku untuk melakukan ini karena Allaah. Tidak memandang siapapun yang datang padaku.

Aku menghadap kiblat. Memohon ampun dan petujunjuk untuk keputusan besar yang telah aku lakukan.
Wahai Allaah, Engkau fahamkan isi hati ini. Namun demi mengejar gelar Taqwa, aku harus meretas rasa suka tidak suka, rasa nyaman dan tidak nyaman. Aku harus patuh karenaMu. Bukan karena mauku.

Tiba-tiba hanpdhoneku bergetar. SMS masuk. Dari Ukhti Yush.

"Afwan, Ukhti Sofi. Kenapa sms ana belum dibalas?"

Aku terkejut. Belum dibalas? Padahal sudah terkirim.
Aku mengecek kembali rincian pesan yang kukirim. Benar, sudah terkirim.

Aku membalasnya "Ukhti Yush. Ana sudah membalasnya. InsyaaAllaah ana bersedia, Ukh"

Selepas aku mengetik pesan itu, aku memasukkannya ke dalam lemari.
Aku keluar kamar dan bergabung dengan yang lainnya.

Selepas Maghrib, aku mengecek kembali handphoneku. Dari Ukhti Yush. Jantungku berdebar takut.

"Allaahu Akbar, Ukhti. Afwan mengganggu anti ya. Sepertinya sikap diam anti ini bukan pertanda jawaban Iya, melainkan penolakan halus. Selamat melanjutkan aktifitas, Ukhti. Ummi Nadia akan kenalkan ikhwan itu dengan sahabat kita yang lain. Semoga Allah merahmatimu, Ukhti"

Aku membacanya berkali-kali. Aku ambil kesimpulan, Berarti SMSku tidak ada yang sampai padanya?
Subhaanallaah. MasyaaAllaah.

Aku menelfon Ukhti Yush.

"Salaam'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu, Ukhti Yush.." Sapaku.
"Wa 'alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh, Ukhti Sofiah.." Ukhti Yosh tetap ramah.

"Afwan soal sms itu..." aku mulai cerita.
Namun Ukhti Yush mendadak memotong dan menghiburku.
"Tak apa, Ukh. Sebagai perempuan, ana faham. Anti berhak memilih siapa yang akan jadi suami anti. Waktu anti tidak membalas SMS ana, padahal ana sudah kirim 2x, ana tahu kalau anti tidak bersedia."

Aku kembali terdiam. Aku tidak mencoba menjelaskan bahwa sebenarnya aku sudah membalas SMSnya. Aku tidak perlu mengatakan itu. Sepertinya Allaah menggunakan cara ini agar aku tidak berta'aruf dengan ikhwan itu.

"Jazakillaah khair katsiir, Ukhti Yush. Sekali lagi, Maaf..."

*******

Dua kejadian itu terjadi dalam kurun satu minggu.
Tanggal 26 Maret (Hari Selasa) dan 02 April (Hari Selasa).

Aku memeluk Mushafku. Ada haru yang sangat dalam. Sangat Khusyu' membelai jiwa.
Mataku terasa panas. Aku bersimpuh.

"Aku sangat menyukai caraMu menjauhkanku dari yang bukan jodohku wahai Tuhanku. Aku seperti mendengar seorang lelaki merendahkan hatinya tuk berbisik tentangku padaMu. Muliakanlah ia di dunia dan akhirat wahai Allaah..."

Aku menyeka airmataku. "Jadikan ia seorang Ulamaa yang tempat berpulangnya adalah JannahMu, yaa Allaah..."

Jam menunjukkan pukul 18:30 WIB.
Aku merasa sangat lega dan bahagia.

Setiap kejadian adalah kerja tangan Allaah.
Dan seorang hamba memiliki senjata ampuh untuk merayu Tuhan, yaitu Do'a.

Jadikan aku seorang syahidah wahai Allaah, isteri seorang Syahid dan Ibu dari syuhadaa.












Kamis, 12 September 2013

Indahnya Menikah Saat Kuliah




Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam dan satu-satunya layak untuk disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.



Saya menulis ini dalam kondisi belum menikah- Allaah belum titahkan 'KUN" untuk itu. Namun aku telah menganggap bahwa Pernikahan karena Allaahu ta'aalaa adalah gerbang yang saat memasukinya akan lebur banyak kegelisahan dan permasalahan. Kuatkan iman dan pilihlah lelaki yang Imannya merekah serta mampu mekarkan imanmu juga- InsyaaAllaah dunia ada di tangan kalian. Di belakang kalian. Dan SELAMAT, kalianlah pasangan Jannah yang disebut-sebut sebagai PEMENANG :)

Menunda-nunda menikah bisa merugi. Berikut penjelasan yang bagus dari ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan -hafizhohullah- yang kami kutip dari Web Sahab.net (arabic).

Di era modern saat ini, menikah di usia muda khususnya saat kuliah, adalah suatu hal yang jarang dilakukan. Kebanyakan orang menganggap masa kuliah adalah masanya untuk mengaktualisasikan diri, memperluas jaringan sosial dan bersenang-senang dengan kawan-kawan. Namun, siapa bilang menikah saat kuliah lantas tidak bisa bergaul?
Fakta mengejutkan terungkap bahwa aktualisasi diri justru digambarkan oleh pendiri Psikologi Humanistik Abraham M Mashlow, justru taraf aktualisasi diri lebih cepat dicapai ketika seseorang menikah di usia 20-an tahun.

“Orang yang menikah di usia 20 tahun atau orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan lebih sempurna dibanding dengan mereka yang selalu menunda pernikahan,” demikian kutipan padangan Mashlow.

“Diane E Papalia dan Sally Wendkos Olds mengemukakan, usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun sedangkan bagi laki-laki 20-25 tahun diharapkan sudah menikah. Ini adalah usia terbaik untuk memulai kehidupan berumah tangga,” tulis Adhim.

Image

tidak ada hubungannya menikah dengan kegagalan kuliah. Sebab aktualisasi diri , bermuara pada diri masing-masing individu. Jika sudah siap secara fisik dan mental, apalagi orangtua sudah merestui, buat apa menunda? Insya Allah rejeki dan berkah bisa mengalir dengan sendirinya. Yang penting kita punya keyakinan

Ada banyak faedah dalam menikah di usia muda..

[Faedah pertama: Hati semakin tenang dan sejuk dengan adanya istri dan anak]

Di antara faedah segera menikah adalah lebih mudah menghasilkan anak yang dapat menyejukkan jiwa. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Istri dan anak adalah penyejuk hati. Oleh karena itu, Allah -subhanahu wa ta’ala- menjanjikan dan mengabarkan bahwa menikah dapat membuat jiwa semakin tentram. Dengan menikah seorang pemuda akan merasakan ketenangan, oleh karenanya ia pun bersegera untuk menikah.

هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Furqon: 74)

Demikian pula dengan anak. Allah pun mengabarkan bahwa anak adalah separuh dari perhiasan dunia sebagaimana firman-Nya,

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. ” (QS. Al Kahfi: 46)

Anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Setiap manusia pasti menginginkan perhiasan yang menyejukkan pandangan. Sebagaimana manusia pun begitu suka mencari harta, ia pun senang jika mendapatkan anak. Karena anak sama halnya dengan harta dunia, yaitu sebagai perhiasan kehidupan dunia. Inilah faedah memiliki anak dalam kehidupan dunia.

Sedangkan untuk kehidupan akhirat, anak yang sholih akan terus memberikan manfaat kepada kedua orang tuanya, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : علم ينتفع به ، أو صدقة جارية ، أو ولد صالح يدعو له

“Jika manusia itu mati, maka amalannya akan terputus kecuali tiga perkara: [1] ilmu yang bermanfaat, [2] sedekah jariyah, dan [3] anak sholih yang selalu mendoakannya.”

Hal ini menunjukkan bahwa anak memberikan faedah yang besar dalam kehidupan dunia dan nanti setelah kematian.

[Faedah kedua: Bersegera nikah akan mudah memperbanyak umat ini]

Faedah lainnya, bersegera menikah juga lebih mudah memperbanyak anak, sehingga umat Islam pun akan bertambah banyak. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk bekerjasama dalam nikah membentuk masyarakat Islami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تزوجوا فإني مكاثر بكم يوم القيامة

“Menikahlah kalian. Karena aku begitu bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat.”

Atau sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Intinya, bersegera menikah memiliki manfaat dan dampak yang luar biasa. Namun ketika saya memaparkan hal ini kepada para pemuda, ada beberapa rintangan yang muncul di tengah-tengah mereka.

Rintangan pertama:

Ada yang mengutarakan bahwa nikah di usia muda akan membuat lalai dari mendapatkan ilmu dan menyulitkan dalam belajar. Ketahuilah, rintangan semacam ini tidak senyatanya benar. Yang ada pada bahkan sebaliknya. Karena bersegera menikah memiliki keistimewaan sebagaimana yang kami utarakan yaitu orang yang segera menikah akan lebih mudah merasa ketenangan jiwa. Adanya ketenangan semacam ini dan mendapatkan penyejuk jiwa dari anak maupun istri dapat lebih menolong seseorang untuk mendapatkan ilmu. Jika jiwa dan pikirannya telah tenang karena istri dan anaknya di sampingnya, maka ia akan semakin mudah untuk mendapatkan ilmu.

Adapun seseorang yang belum menikah, maka pada hakikatnya dirinya terus terhalangi untuk mendapatkan ilmu. Jika pikiran dan jiwa masih terus merasakan was-was, maka ia pun sulit mendapatkan ilmu. Namun jika ia bersegera menikah, lalu jiwanya tenang, maka ini akan lebih akan menolongnya. Inilah yang memudahkan seseorang dalam belajar dan tidak seperti yang dinyatakan oleh segelintir orang.

Rintangan kedua:

Ada yang mengatakan bahwa nikah di usia muda dapat membebani seorang pemuda dalam mencari nafkah untuk anak dan istrinya. Rintangan ini pun tidak selamanya bisa diterima. Karena yang namanya pernikahan akan senantiasa membawa keberkahan (bertambahnya kebaikan) dan akan membawa pada kebaikan. Menjalani nikah berarti melakukan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketaatan seperti ini adalah suatu kebaikan. Seorang pemuda yang menikah berarti telah menjalankan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia pun mencari janji kebaikan dan membenarkan niatnya, maka inilah yang sebab datangnya kebaikan untuknya. Ingatlah, semua rizki itu di tangan Allah sebagaimana firman-Nya,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا

“ Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud: 6)

Jika engkau menjalani nikah, maka Allah akan memudahkan rizki untuk dirimu dan anak-anakmu. AllahTa’ala berfirman,

نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

“Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al An’am: 151)

Oleh karenanya ,yang namanya menikah tidaklah membebani seorang pemuda sebagaimana anggapan bahwa menikah dapat membebani seorang pemuda di luar kemampuannya. Ini tidaklah benar. Karena dengan menikah akan semakin mudah mendapatkan kebaikan dan keberkahan. Menikah adalah ketetapan Allah untuk manusia yang seharusnya mereka jalani. Ia bukan semata-mata khayalan. Menikah termasuk salah pintu mendatangkan kebaikan bagi siapa yang benar niatnya.

Sumber: http://www.sahab.net/home/index.php?Site=News&Show=698

Semoga Allah memudahkan para pemuda untuk mewujudkan hal ini dengan tetap mempertimbangkan maslahat dan mudhorot (bahaya). Jika ingin segera menikah dan sudah merasa mampu dalam menafkahi istri, maka lobilah orang tua dengan cara yang baik. Semoga Allah mudahkan.